Bagi sebagian orang, profesi penilai aset masih asing terdengar di telinga. Padahal, kebutuhannya sangat tinggi. Sebab, banyak aset milik negara, swasta, bahkan perorangan, belum dikelola dengan baik dari sisi administrasi. Terbatasnya pendidikan formal jadi penyebab langkanya profesi ini.Tak terhitung aset yang dimiliki oleh pemerintah maupun pihak swasta di negeri ini. Namun, aset-aset itu belum terkelola dengan baik dari sisi sistem administrasinya.Kondisi ini membuat jasa penilai aset sangat dibutuhkan. Apalagi, profesi seperti ini belum banyak ditemui di Indonesia. Penyebabnya adalah minimnya ketersediaan pendidikan formal terkait dengan manajemen aset. Alhasil, penilai aset yang berkualitas, kompeten dan berpengalaman dalam menilai aset sangat langka. Selama ini para profesional yang berprofesi sebagai penilai aset memiliki wadah organisasi bernama Masyarakat Profesi Penilai Aset (MAPPI). Organisasi memberi pelatihan dan ujian sertifikasi menjadi penilai aset di bawah pengawasan Kementerian Keuangan. Kementerian adalah pihak yang menerbitkan surat tanda terdaftar profesi penilai aset. Hamid Yusuf, penilai aset yang juga menjadi Ketua Masyarakat Penilai Indonesia (MAPPI), mengungkapkan, tahun 2014 nanti Indonesia membutuhkan 5.000 penilai aset. "Saat ini penilai aset sekitar 4.000 orang," katanya. Penilai aset yang berkompeten menandatangani atau mengesahkan sebuah laporan penilaian aset tergolong penilai aset senior. Sementara, penilai aset madya dan junior yang belum mendapat sertifikasi namun sudah menjalankan beberapa tahapan pelatihan, hanya boleh melakukan penilaian di lapangan dan membuat laporan tentang hasil temuannya tersebut. Dua kategori mendasar ruang lingkup pekerjaan penilai aset adalah menilai properti dan menilai bisnisnya. Penilai properti melakukan penilaian aset tetap, seperti tanah dan bangunan. Sementara penilai bisnis bertugas menilai aktiva tak berwujud, seperti saham. Pendapatan standar penilai aset dalam sebuah perusahaan mulai dari Rp 1 juta- Rp 5 juta per bulan. Di luar itu, penilai aset masih mendapat bayaran dari pembuatan laporan dengan aset di bawah Rp 5 miliar, seharga Rp 750.000 per laporan. Hamid bilang, satu orang penilai aset mampu menilai aset ritel seperti rumah sebanyak 30 unit per bulan. Artinya, di luar gaji, penilai aset bisa mendapatkan fee membuat laporan hingga Rp 22,5 juta per bulan.Jumlahnya bertambah gede jika meraih proyek besar dari korporat. "Sehingga pendapatan penilai aset mulai dari Rp 1 juta hingga tak terbatas," katanya. Lisia Wijaya, Vice Managing Partner firma Suwendho Rinaldy dan Rekan di Jakarta, menambahkan, prospek profesi ini sangat besar seiring kemajuan industri. "Karena bentuk bisnis, entah itu badan hukum atau perorangan menjadi lebih kompleks," katanya. Besaran biaya imbal jasa yang diraih penilai aset sangat bergantung kesepakatan dengan pengguna jasa dan nilai proyek yang akan dinilai. Kalau nama penilai sudah terkenal, tentu fee yang diterima makin tinggi. Di luar Jakarta, banyak Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang beroperasi. "Kantor di daerah fungsinya lebih sebagai kantor pendukung dari kantor di Jakarta," kata Gufron Hadi Saputro, penilai aset dari KJPP Benny Desmar dan Rekan di Surabaya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Wow, menggiurkannya profesi juru taksir aset
Bagi sebagian orang, profesi penilai aset masih asing terdengar di telinga. Padahal, kebutuhannya sangat tinggi. Sebab, banyak aset milik negara, swasta, bahkan perorangan, belum dikelola dengan baik dari sisi administrasi. Terbatasnya pendidikan formal jadi penyebab langkanya profesi ini.Tak terhitung aset yang dimiliki oleh pemerintah maupun pihak swasta di negeri ini. Namun, aset-aset itu belum terkelola dengan baik dari sisi sistem administrasinya.Kondisi ini membuat jasa penilai aset sangat dibutuhkan. Apalagi, profesi seperti ini belum banyak ditemui di Indonesia. Penyebabnya adalah minimnya ketersediaan pendidikan formal terkait dengan manajemen aset. Alhasil, penilai aset yang berkualitas, kompeten dan berpengalaman dalam menilai aset sangat langka. Selama ini para profesional yang berprofesi sebagai penilai aset memiliki wadah organisasi bernama Masyarakat Profesi Penilai Aset (MAPPI). Organisasi memberi pelatihan dan ujian sertifikasi menjadi penilai aset di bawah pengawasan Kementerian Keuangan. Kementerian adalah pihak yang menerbitkan surat tanda terdaftar profesi penilai aset. Hamid Yusuf, penilai aset yang juga menjadi Ketua Masyarakat Penilai Indonesia (MAPPI), mengungkapkan, tahun 2014 nanti Indonesia membutuhkan 5.000 penilai aset. "Saat ini penilai aset sekitar 4.000 orang," katanya. Penilai aset yang berkompeten menandatangani atau mengesahkan sebuah laporan penilaian aset tergolong penilai aset senior. Sementara, penilai aset madya dan junior yang belum mendapat sertifikasi namun sudah menjalankan beberapa tahapan pelatihan, hanya boleh melakukan penilaian di lapangan dan membuat laporan tentang hasil temuannya tersebut. Dua kategori mendasar ruang lingkup pekerjaan penilai aset adalah menilai properti dan menilai bisnisnya. Penilai properti melakukan penilaian aset tetap, seperti tanah dan bangunan. Sementara penilai bisnis bertugas menilai aktiva tak berwujud, seperti saham. Pendapatan standar penilai aset dalam sebuah perusahaan mulai dari Rp 1 juta- Rp 5 juta per bulan. Di luar itu, penilai aset masih mendapat bayaran dari pembuatan laporan dengan aset di bawah Rp 5 miliar, seharga Rp 750.000 per laporan. Hamid bilang, satu orang penilai aset mampu menilai aset ritel seperti rumah sebanyak 30 unit per bulan. Artinya, di luar gaji, penilai aset bisa mendapatkan fee membuat laporan hingga Rp 22,5 juta per bulan.Jumlahnya bertambah gede jika meraih proyek besar dari korporat. "Sehingga pendapatan penilai aset mulai dari Rp 1 juta hingga tak terbatas," katanya. Lisia Wijaya, Vice Managing Partner firma Suwendho Rinaldy dan Rekan di Jakarta, menambahkan, prospek profesi ini sangat besar seiring kemajuan industri. "Karena bentuk bisnis, entah itu badan hukum atau perorangan menjadi lebih kompleks," katanya. Besaran biaya imbal jasa yang diraih penilai aset sangat bergantung kesepakatan dengan pengguna jasa dan nilai proyek yang akan dinilai. Kalau nama penilai sudah terkenal, tentu fee yang diterima makin tinggi. Di luar Jakarta, banyak Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang beroperasi. "Kantor di daerah fungsinya lebih sebagai kantor pendukung dari kantor di Jakarta," kata Gufron Hadi Saputro, penilai aset dari KJPP Benny Desmar dan Rekan di Surabaya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News