KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengajukan program pengampunan pajak atau tax amnesty di tahun depan. Namun, program tersebut berbeda dengan
tax amnesty saat tahun 2016-2017 lalu. Di sisi lain, tujuan program tersebut yakni untuk menggali potensi penerimaan pajak dari para pengemplang pajak. Kebijakan tersebut tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) ke parlemen yang rencananya dibahas pada tahun ini.
Dalam draf perubahan UU KUP yang dihimpun Kontan.co.id untuk mengatur payung hukum agenda tersebut, pemerintah menyisipkan delapan pasal di antara Pasal 37 A dan Pasal 38 UU KUP antara lain Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, Pasal 37G, Pasal 37H, dan Pasal 37I. Nah dari klausul terbaru dalam rencana perubahan UU KUP tersebut pemerintah akan memberikan pengampunan pajak ke dalam dua program.
Baca Juga: Mohon perhatian! Tarif PPN diusulkan naik menjadi 12% Program pertama yakni pengampunan Wajib Pajak (WP) peserta
tax amnesty 2016-2017 dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud. Harta yang diperoleh para alumni
tax amnesty tersebut terhitung sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Nantinya, dalam program pengampunan pajak teranyar, penghasilan WP terkait dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final. Tarif yang berlaku yakni sebesar 15%. Namun apabila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%. WP alumni
tax amnesty wajib mengungkapkan harta bersih dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam periode tanggal 1 Juli 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2021. Surat tersebut berisikan bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan. Selain itu disertakan pernyataan akan menginvestasikan harta yang diungkapkan ke dalam instrumen surat berharga negara (SBN), dalam hal WP bermaksud menginvestasikan harta tersebut. Selain mendapatkan tarif PPh final, Pasal itu juga menegaskan alumni
tax amnesty bebas sanksi administrasi. Pasal 37D mengatur bahwa investasi atas harta WP terkait ditempatkan ke dalam instrumen surat berharga negara yang ditentukan oleh pemerintah di pasar perdana paling lambat pada tanggal 31 Maret 2022 dengan holding periode minimal lima tahun. Program kedua merupakan pengampunan pajak atas harta yang peroleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. Syaratnya, masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP tahun pajak 2019.
Baca Juga: Alasan pemerintah ajukan rencana tax amnesty dan multitarif tarif PPN Lebih lanjut pasal tersebut juga mengatur, wajib pajak orang pribadi tersebut harus memenuhi tiga ketentuan antara lain tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk tahun pajak 2016 hingga 2019. Kemudian, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2019. Terakhir, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan. Adapun untuk WP atas pengungkapan kekayaan 2016-2019 tersebut dikenai PPh Final sebesar 30% dan 20% jika diinvestasikan dalam instrumen SBN. Mereka juga dibebaskan dari sanksi administrasi pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari