KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga berdampak kepada satwa hutan Indonesia. Dikonfirmasi oleh Directur Policy dan Advocacy WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, pendekatan per spesies hewan tersebut di suatu daerah bisa dikatakan mengkhawatirkan. Meski, tutur Aditya, pihaknya belum mengetahui secara menyeluruh data satwa Indonesia yang terancam karhutla. "Satwa yang terancam agak sulit datanya, karena mungkin kita lihat dari konteks habitat. Misal gajah di Sumatera terancam karena habitatnya juga sedang terancam," ujar Aditya di Jakarta, Kamis (17/9). Aditya yang akrab disapa Dito menjelaskan bahwa pada dasarnya ancaman terbesar spesies endemik suatu daerah itu bukanlah perburuan, melainkan habitatnya. Hal inilah yang menjadikan indikasi kebakaran akan menambah ancaman bagi satwa untuk bertahan, jika habitat mereka juga dilahap oleh api dan terbakar.
Baca Juga: Dampak kabut asap di Sumatera dan Kalimantan diklaim sudah menurun "Konflik kebakaran akan menghilangkan juga habitat mereka (satwa-satwa tersebut di alam). Makanya mereka (satwa) bisa ada konflik juga dengan masyarakat, lebih terancam lagi juga," kata Dito. Contoh sederhana, lanjut Dito, ialah gajah Sumatera. Jika habitat alami satwa ini terganggu di alam, maka gajah akan mencoba mencari vegetasi baru yaitu perkebunan milik warga. Di situlah konflik timbul. Ketika gajah ingin bertahan hidup namun masyarakat menganggapnya sebagai hama, maka perburuan ataupun pertikaian antara manusia dan gajah sangat bisa terjadi. Dijelaskan oleh Dito bahwa Sumatera saat ini sangat sedikit hutan alamnya. Di Sumatera bagian tengah hanya tersisa di daerah penyangga Bukit Tigapuluh, Jambi. "Semakin kecil lahan, semakin cepat juga satwa di alam akan mengalami kepunahan," tutur Dito. Baca Juga: Banyak titik api di wilayahnya, Gubernur Kalbar larang 4 Bupati ke luar daerah