JAKARTA. Calon Presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra turut berkomentar mengenai pemberian sertifikasi halal yang masih menuai sorotan. Dia berpendapat, produk yang seharusnya diberi label atau sertifikasi di Indonesia bukanlah produk yang halal, melainkan produk haram. "Untuk Indonesia yang diperlukan bukan label halal, tapi label haram. Karena mayoritas penduduk Indonesia Islam," kata Yusril di Jakarta, Kamis (27/2) siang. Yusril menjelaskan, di negara Islam, pemberian label haram terhadap produk yang tidak boleh dikonsumsi umat islam, akan menjadi lebih simpel dan mudah. Pasalnya, jumlah produk yang haram tentunya jauh lebih sedikit dibanding produk yang halal. "Kalau saya kemarin pergi ke Filipina misalnya, yang ditandai memang produk halal, karena mayoritas penduduk adalah Katolik. Kalau mayoritas Muslim kok dikasih halal juga. Kan aneh," ujarnya. Yusril mencontohkan supermarket yang menjual produk mengandung daging babi. Produk itu ditandai dengan label haram dan bertuliskan mengandung daging babi. Hal tersebut menurut dia sudah tepat, dan harus dicontoh oleh pemerintah dan DPR dalam membuat kebijakan. "Karena memang di supermarket, daging yang mengandung babi cuma sebagian kecilnya saja kan, tidak banyak jumlahnya," ujar dia. Seperti diberitakan, masalah pemberian sertifikasi halal masih menuai sorotan. RUU Jaminan Produk Halal yang diusulkan atas inisiatif DPR sejak 2006 belum juga diselesaikan pembahasannya hingga akhir masa tugas periode 2009-2014. Selain mengatur mengenai tarif dan PNBP, RUU itu juga akan mengatur mengenai lembaga yang akan memberikan sertifikasi halal. Usulan mengenai lembaga inilah yang menciptakan perdebatan panjang di internal Komisi VII maupun dengan pemerintah dan akhirnya RUU tersebut tak kunjung disahkan menjadi undang-undang. (Ihsanuddin)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Yang dilabeli itu produk haram, bukan halal
JAKARTA. Calon Presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra turut berkomentar mengenai pemberian sertifikasi halal yang masih menuai sorotan. Dia berpendapat, produk yang seharusnya diberi label atau sertifikasi di Indonesia bukanlah produk yang halal, melainkan produk haram. "Untuk Indonesia yang diperlukan bukan label halal, tapi label haram. Karena mayoritas penduduk Indonesia Islam," kata Yusril di Jakarta, Kamis (27/2) siang. Yusril menjelaskan, di negara Islam, pemberian label haram terhadap produk yang tidak boleh dikonsumsi umat islam, akan menjadi lebih simpel dan mudah. Pasalnya, jumlah produk yang haram tentunya jauh lebih sedikit dibanding produk yang halal. "Kalau saya kemarin pergi ke Filipina misalnya, yang ditandai memang produk halal, karena mayoritas penduduk adalah Katolik. Kalau mayoritas Muslim kok dikasih halal juga. Kan aneh," ujarnya. Yusril mencontohkan supermarket yang menjual produk mengandung daging babi. Produk itu ditandai dengan label haram dan bertuliskan mengandung daging babi. Hal tersebut menurut dia sudah tepat, dan harus dicontoh oleh pemerintah dan DPR dalam membuat kebijakan. "Karena memang di supermarket, daging yang mengandung babi cuma sebagian kecilnya saja kan, tidak banyak jumlahnya," ujar dia. Seperti diberitakan, masalah pemberian sertifikasi halal masih menuai sorotan. RUU Jaminan Produk Halal yang diusulkan atas inisiatif DPR sejak 2006 belum juga diselesaikan pembahasannya hingga akhir masa tugas periode 2009-2014. Selain mengatur mengenai tarif dan PNBP, RUU itu juga akan mengatur mengenai lembaga yang akan memberikan sertifikasi halal. Usulan mengenai lembaga inilah yang menciptakan perdebatan panjang di internal Komisi VII maupun dengan pemerintah dan akhirnya RUU tersebut tak kunjung disahkan menjadi undang-undang. (Ihsanuddin)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News