Yang juga penting kualitas pertumbuhan



Pemerintah realistis. Melihat perkembangan sepanjang semester pertama tahun ini, atas restu DPR pemerintah mengurangi target pertumbuhan ekonomi 2019, dari 5,3% menjadi 5,2%.

Memang, inflasi tahunan (year on year) masih terjaga di level 3%, persisnya 3,28% per Juni lalu. Tapi, daya beli masyarakat masih loyo. Setidaknya, itu tergambar dari penjualan mobil nasional. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) menunjukkan, penjualan mobil selama paruh pertama 2019 turun 12,94% jadi 481.577 unit dibandingkan dengan  periode yang sama di 2018.

Daya beli masyarakat juga tergerus di sektor penerbangan. Gara-gara harga tiket pesawat rute domestik melonjak tinggi, jumlah penumpang pada Januari-Mei tahun ini merosot sampai 21,33% jadi 29,44 juta orang dari masa sama tahun lalu. Padahal, konsumsi masyarakat merupakan roket utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Kinerja pendorong pertumbuhan lainnya yakni investasi juga kurang tokcer. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi kuartal I 2019 total mencapai Rp 195,1 triliun, hanya naik 5,3% secara year on year. Itu berarti, pertumbuhannya melambat lantaran pada kuartal I 2018, realisasi investasi tumbuh 11,8%.

Performa ekspor juga memble. Sepanjang Januari-Juni tahun ini, nilai ekspor negara kita turun 8,57% menjadi US$ 80,32 miliar dibanding periode sama tahun lalu.

Pemerintah bukan berdiam diri. Sudah banyak kebijakan termasuk insentif di bidang perpajakan, tapi perekonomian masih kurang darah. Bank Indonesia (BI) pun akhirnya turun tangan dengan menurunkan suku bunga acuan yang sudah bertahan sejak November 2018 di angka 6% menjadi 5,75%. Bahkan, bank sentral membuka ruang untuk penurunan BI 7-day repo rate lanjutan untuk membantu mendorong pertumbuhan ekonomi kita.

Memang, penurunan suku bunga acuan bisa menumbuhkan persepsi positif, sehingga memicu konsumsi dan investasi. Meski begitu, BI memprakirakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di bawah titik tengah kisaran 5,0%5,4%. Artinya, pertumbuhan di bawah 5,2%.

Alhasil, mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,2% berat, sangat berat malah. Pemerintah memang mau tidak mau harus habis-habisan dalam mendorong pertumbuhan. Tapi, jangan hanya mengejar kuantitas atau angka, yang tidak kalah penting adalah kualitas pertumbuhan. Sehingga, dampak pertumbuhan bisa mengalir ke masyarakat.♦

S.S. Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi