Berangkat dari ide untuk menciptakan laboratorium rasa, Yanty Isa berhasil membangun Magfood. Ia jeli menangkap peluang di bisnis bumbu penyedap dengan menyasar usaha kecil menengah yang belum terlayani perusahaan besar.Sukses bekerja di perusahaan besar tidak membuat Yanty Melianti Isa berhenti berkarya. Berbekal pengalaman bekerja di beberapa perusahaan consumer goods, ia serius menggeluti wirausaha di bidang makanan. Dengan mengusung merek Magfood Inovasi Pangan (MIP), ibu dua anak ini sukses mengembangkan bisnis bumbu serta jaringan penjualan ayam goreng dan restoran dengan merek Magfood Red Crispy dan Magfood Amazy.Awalnya, ketika didirikan pada tahun 2001, Magfood hanya perusahaan rumahan yang melayani pesanan bumbu tabur, bumbu makanan olahan, food ingredients, saus, dan bumbu masak. Volume produksinya sekitar 20 kilogram per hari. Kini, MIP sudah memproduksi 15 ton ragam bumbu atau seasoning per bulan. Omzet minimal mencapai Rp 42 juta per bulan. Penggunanya sekitar 300 klien dari seluruh Indonesia. Selain menggarap bisnis bumbu, Yanty merambah bisnis makanan lewat PT Magfood Amazy Internasional. Restoran siap saji yang didirikan sejak tahun 2007 itu kini sudah mempunyai 109 gerai. Selain itu, ia juga punya jaringan penjualan ayam goreng Magfood Red Crispy sejak 2003. Merek ini telah memiliki 270 geraimilik mitra. Omzet gerai-gerai itu, baik yang berbentuk booth maupun restoran cukup lebar, yakni antara Rp 300.000-Rp 12 juta per hari. Sayang, Yanty enggan membeberkan laba bersih yang berhasil ia kantongi dari kedua bisnisnya tersebut. “Usaha kami masih akan berkembang terus,” katanya beralasan.Makanan memang menjadi kegemaran Yanty. Lahir di Bandung pada 17 Mei 1967, sejak kecil, Yanty suka memasak. Ia juga hobi mengarang resep. Sejak Sekolah Dasar (SD), salah satu hobinya adalah ikut lomba masak. “Saya sudah bisa membuat resep dan masakan sendiri sejak kelas 3 SD,” ungkapnya.Meski suka memasak, saat kuliah, Yanty lebih memilih masuk jurusan Teknik Lingkungan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selepas kuliah, pekerjaan pertamanya adalah konsultan teknik lingkungan dalam proyek pengolahan limbah dan air. Tapi, Yanty hanya bertahan 1,5 tahun bekerja di perusahaan konsultan ini. Terjun ke banyak proyek pemerintah begitu mengusik nuraninya. “Banyak proyek dikorupsi, jadi saya memutuskan membuka perusahaan konsultan sendiri, khusus untuk proyek swasta,” ujarnya.Pada tahun 1992, istri Isa Surya ini bekerja di sebuah perusahaan sanitasi. Namun, ia hanya bertahan setahun dan memutuskan pindah ke Nestle. “Agar bisa terus berinovasi, saya harus bekerja di perusahaan fast moving product atau consumer goods,” tuturnya. Menyasar UKMTiga tahun di Nestle, Yanty tidak juga puas. Ia ingin mencari pengalaman di perusahaan lain di bidang yang sama. Dari perusahaan terakhir ini, ia mendapatkan ide bisnis, yakni membangun Departemen Research and Development (R&D) bumbu penyedap rasa (seasoning) untuk usaha kecil menengah. “Bagi perusahaan kecil, investasi di bidang R&D itu begitu mahal. Jadi, saya ingin membantu mereka,” ujarnya. Meski masih menjabat sebagai manajer merek dan pengembangan produk di sebuah perusahaan consumer goods, Yanty tetap berwirausaha dengan membuat laboratorium rasa mini di rumah. Modal awalnya saat itu sekitar Rp 10 juta. Modal yang paling berharga adalah pengalamannya memegang merek Maggie (Nestle) dan bakat memasak. Dua modal itu menjadikannya bisa berinovasi di produk bumbu dan penyedap. Lantaran memulai bisnis dari nol, di tiga tahun pertama membangun usaha bumbu, Yanty harus jatuh bangun. Di tahun pertama, ia hanya memiliki seorang karyawan. Untuk mencari pemasok atau menawarkan contoh dan formula bumbu ke calon klien, ia terpaksa mengerahkan supir. “Mencari pemasok bahan baku juga sulit karena saya cuma usaha kecil,” katanya. Untuk menyiasati kesulitan ini, Yanty mencari calon pemasok lewat internet. Yanty juga gencar menjadi agen penjual bumbu. “Saya menawarkan ke agen bahan makanan dengan mengirimkan formula buatan kami,” katanya. Para agen itu kerap didatangi produsen makanan kecil. Ternyata, sebagian besar menyukai formula bumbu dari Magfood. “Kami juga punya rasa yang tailor made, sesuai dengan pesanan,” katanya. Agar lebih merasakan kualitas bumbu buatannya, pada tahun 2001, Yanty mendirikan jaringan penjualan ayam goreng Red Crispy bersama seorang teman. “Biar orang tahu bagaimana rasa bumbu racikan kami,” dalihnya. Sayang, kongsi itu pecah dan ia memutuskan meneruskan sendiri dengan merek baru, Magfood Red Crispy dan Magfood Amazy.Kini, Yanty berambisi membangun perusahaan hilir dengan menjadi produsen minyak goreng. Kebetulan, ia sudah memiliki lahan kelapa sawit di Kalimantan. “Tiga tahun lagi, hasilnya bisa dinikmati,” katanya. Ia juga berencana membuat perusahaan biskuit. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Yanty Isa, si jago masak yang sukses menjadi pengusaha bumbu
Berangkat dari ide untuk menciptakan laboratorium rasa, Yanty Isa berhasil membangun Magfood. Ia jeli menangkap peluang di bisnis bumbu penyedap dengan menyasar usaha kecil menengah yang belum terlayani perusahaan besar.Sukses bekerja di perusahaan besar tidak membuat Yanty Melianti Isa berhenti berkarya. Berbekal pengalaman bekerja di beberapa perusahaan consumer goods, ia serius menggeluti wirausaha di bidang makanan. Dengan mengusung merek Magfood Inovasi Pangan (MIP), ibu dua anak ini sukses mengembangkan bisnis bumbu serta jaringan penjualan ayam goreng dan restoran dengan merek Magfood Red Crispy dan Magfood Amazy.Awalnya, ketika didirikan pada tahun 2001, Magfood hanya perusahaan rumahan yang melayani pesanan bumbu tabur, bumbu makanan olahan, food ingredients, saus, dan bumbu masak. Volume produksinya sekitar 20 kilogram per hari. Kini, MIP sudah memproduksi 15 ton ragam bumbu atau seasoning per bulan. Omzet minimal mencapai Rp 42 juta per bulan. Penggunanya sekitar 300 klien dari seluruh Indonesia. Selain menggarap bisnis bumbu, Yanty merambah bisnis makanan lewat PT Magfood Amazy Internasional. Restoran siap saji yang didirikan sejak tahun 2007 itu kini sudah mempunyai 109 gerai. Selain itu, ia juga punya jaringan penjualan ayam goreng Magfood Red Crispy sejak 2003. Merek ini telah memiliki 270 geraimilik mitra. Omzet gerai-gerai itu, baik yang berbentuk booth maupun restoran cukup lebar, yakni antara Rp 300.000-Rp 12 juta per hari. Sayang, Yanty enggan membeberkan laba bersih yang berhasil ia kantongi dari kedua bisnisnya tersebut. “Usaha kami masih akan berkembang terus,” katanya beralasan.Makanan memang menjadi kegemaran Yanty. Lahir di Bandung pada 17 Mei 1967, sejak kecil, Yanty suka memasak. Ia juga hobi mengarang resep. Sejak Sekolah Dasar (SD), salah satu hobinya adalah ikut lomba masak. “Saya sudah bisa membuat resep dan masakan sendiri sejak kelas 3 SD,” ungkapnya.Meski suka memasak, saat kuliah, Yanty lebih memilih masuk jurusan Teknik Lingkungan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selepas kuliah, pekerjaan pertamanya adalah konsultan teknik lingkungan dalam proyek pengolahan limbah dan air. Tapi, Yanty hanya bertahan 1,5 tahun bekerja di perusahaan konsultan ini. Terjun ke banyak proyek pemerintah begitu mengusik nuraninya. “Banyak proyek dikorupsi, jadi saya memutuskan membuka perusahaan konsultan sendiri, khusus untuk proyek swasta,” ujarnya.Pada tahun 1992, istri Isa Surya ini bekerja di sebuah perusahaan sanitasi. Namun, ia hanya bertahan setahun dan memutuskan pindah ke Nestle. “Agar bisa terus berinovasi, saya harus bekerja di perusahaan fast moving product atau consumer goods,” tuturnya. Menyasar UKMTiga tahun di Nestle, Yanty tidak juga puas. Ia ingin mencari pengalaman di perusahaan lain di bidang yang sama. Dari perusahaan terakhir ini, ia mendapatkan ide bisnis, yakni membangun Departemen Research and Development (R&D) bumbu penyedap rasa (seasoning) untuk usaha kecil menengah. “Bagi perusahaan kecil, investasi di bidang R&D itu begitu mahal. Jadi, saya ingin membantu mereka,” ujarnya. Meski masih menjabat sebagai manajer merek dan pengembangan produk di sebuah perusahaan consumer goods, Yanty tetap berwirausaha dengan membuat laboratorium rasa mini di rumah. Modal awalnya saat itu sekitar Rp 10 juta. Modal yang paling berharga adalah pengalamannya memegang merek Maggie (Nestle) dan bakat memasak. Dua modal itu menjadikannya bisa berinovasi di produk bumbu dan penyedap. Lantaran memulai bisnis dari nol, di tiga tahun pertama membangun usaha bumbu, Yanty harus jatuh bangun. Di tahun pertama, ia hanya memiliki seorang karyawan. Untuk mencari pemasok atau menawarkan contoh dan formula bumbu ke calon klien, ia terpaksa mengerahkan supir. “Mencari pemasok bahan baku juga sulit karena saya cuma usaha kecil,” katanya. Untuk menyiasati kesulitan ini, Yanty mencari calon pemasok lewat internet. Yanty juga gencar menjadi agen penjual bumbu. “Saya menawarkan ke agen bahan makanan dengan mengirimkan formula buatan kami,” katanya. Para agen itu kerap didatangi produsen makanan kecil. Ternyata, sebagian besar menyukai formula bumbu dari Magfood. “Kami juga punya rasa yang tailor made, sesuai dengan pesanan,” katanya. Agar lebih merasakan kualitas bumbu buatannya, pada tahun 2001, Yanty mendirikan jaringan penjualan ayam goreng Red Crispy bersama seorang teman. “Biar orang tahu bagaimana rasa bumbu racikan kami,” dalihnya. Sayang, kongsi itu pecah dan ia memutuskan meneruskan sendiri dengan merek baru, Magfood Red Crispy dan Magfood Amazy.Kini, Yanty berambisi membangun perusahaan hilir dengan menjadi produsen minyak goreng. Kebetulan, ia sudah memiliki lahan kelapa sawit di Kalimantan. “Tiga tahun lagi, hasilnya bisa dinikmati,” katanya. Ia juga berencana membuat perusahaan biskuit. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News