Yellen masih berteka-teki, rupiah belum aman



JAKARTA. Nilai tukar rupiah seperti mendapat darah segar dari pernyataan Janet Louise Yellen, Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias Federal Reserve (The Fed). Dalam pernyataan terbarunya Kamis (19/3), Yellen menyatakan Federal Open Market Committee (FOMC) atau rapat dewan gubernur The Fed belum memutuskan menaikkan suku bunga (Fed Rate) dalam waktu dekat.

Yellen menegaskan, sebelum memutuskan kenaikan bunga akan menilai data-data ekonomi AS terbaru terlebih dulu. “Hilangnya kata sabar bukan berarti kami menjadi tak sabar,” tegas Yellen. Sontak, pasar keuangan dunia terhenyak.

Di Indonesia, nilai tukar rupiah kembali menguat. Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Kamis (19/3), mata uang garuda menguat ke level Rp 13.008 per dollar AS. Posisi ini melesat 155 poin dibandingkan posisi pada hari sebelumnya di level Rp 13.164 per dollar AS.


Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyambut baik kebijakan The Fed. Bukan hanya masalah waktunya, kata Bambang, Yellen juga mengisyaratkan kenaikan Fed rate tidak akan sebesar 1.000 basis points (bps). "Perkiraannya mungkin hanya 600-650 bps," ujar Bambang, kemarin.

Namun, kalangan ekonom mengingatkan pemerintah untuk tetap mewaspadai kebijakan The Fed. Doddy Arifianto, Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan menilai, penguatan rupiah belum berada di posisi aman. Sebab, fundamental ekonomi belum stabil. Apalagi, pada April-Mei, kebutuhan dollar AS diproyeksi meningkat untuk memenuhi pembayaran dividen korporasi.

Di sisi lain, suplai dollar AS masih terbatas. "Pemerintah masih terlalu dini untuk merasa aman," ungkap Doddy. Doddy memperkirakan, nilai tukar rupiah dalam jangka menengah bergerak Rp 12.900-Rp 13.000 per dollar AS.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menimpali, dengan penundaan kenaikan Fed Rate, pemerintah harus terus berupaya menjaga kondisi pasar yang kondusif agar rupiah stabil. Misal, perbaikan di pasar valuta asing dalam waktu tiga bulan ke depan. Sebab, dalam jangka pendek, potensi pembelian dollar masih tinggi.

Selain itu, pembenahan juga dilakukan melalui perbaikan iklim investasi dengan pemberian insentif repatriasi aset. Jika pembenahan struktural itu dilakukan, Lana memproyeksi, nilai tukar rupiah dapat menguat ke level Rp 12.800-Rp 12.900 per dollar AS. Di sisi lain, dengan penundaan kebijakan The Fed, Bank Indonesia mempunyai peluang menurunkan BI rate guna menumbuhkan ekonomi. "Apalagi jika April ada deflasi, BI rate bisa diturunkan. Tapi jika rupiah masih melemah, jangan dulu," kata Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie