KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar yen terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga kembali. Mengutip
Bloomberg, Rabu (12/10), di pasar spot mata uang yen berada di level ¥ 146,23 per dolar AS atau melemah 0,25%. Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, dampak kenaikan dolar AS terhadap mata uang Asia lainnya akan bervariasi, umumnya akan terus melemah terhadap dolar AS. "Salah satunya, mata uang Jepang yaitu yen menjadi yang paling lemah dikarenakan kebijakan bank sentral mereka Bank of Japan (BOJ) yang memaksakan suku bunga di kisaran -0,10%," tutur Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (12/10).
Baca Juga: Rupiah Berada di Rp 15.379 per Dolar AS, Melemah Total 1,26% Dalam 4 Hari Divergensi pada kebijakan suku bunga the Fed dan BOJ menjadikan mata uang yen sebagai target
short selling oleh spekulan. Menurut Lukman, melihat peluang investasi pada mata uang yen, baik secara panjang ataupun pendek, sama-sama bersifat spekulatif. Secara fundamental dilihat dari suku bunga negatif dan defisit perdagangan, yen masih akan terus melemah hingga di kisaran ¥ 150-¥ 160 terhadap dolar AS. "Namun
shortseller yen perlu mengantisipasi intervensi BOJ yang bisa terjadi kapan saja. Apakah intervensi BOJ pada yen akan berhasil, tidak ada yang tau, namun hingga sekarang, intervensi baik langsung maupun verbal kelihatannya tidak efektif mencegah pelemahan yen," ujar Lukman.
Baca Juga: Bank of Korea Mengerek Suku Bunga 50 Bps Menjadi 3% Lukman memperkirakan di akhir tahun nilai tukar yen akan berada di ¥ 150 per dolar AS. Sementara untuk semester pertama 2023 yen akan berada di are ¥ 160 per dolar AS. Pelemahan mata uang yen adalah murni yang disebabkan oleh divergensi kebijakan suku bunga BOJ dan the Fed. Tekanan terhadap yen bisa mereda hanya apabila divergensi tersebut mengecil. Dengan kondisi saat ini, Lukman memperkirakan dolar AS akan terus menguat hingga kuartal pertama 2023 dan akan mulai stagnan dan menurun setelah perkiraan suku bunga the Fed sudah akan memuncak di Maret 2023.
Baca Juga: Menurut Menteri Keuangan Jepang, AS Memahami Intervensi Tokyo di Pasar Valuta Dampak pada mata uang Asia terutama mata uang
emerging markets akan berat. Di satu sisi, mata uang
emerging markets tertekan oleh suku bunga dolar yang tinggi. Di sisi lain tahun depan ekonomi akan tumbuh sangat rendah dan cenderung resesi. Hal ini membuat investor akan semakin menjauhi mata uang dengan risiko yang dianggap lebih besar. Lukman menilai, mata uang Asia yang mungkin akan paling kuat adalah dolar Singapura dengan surplus
current account dan neraca dagang yang kuat serta bank sentral Monetary Authority of Singapore (MAS) yang agresif. "MAS mengadopsi sistem
managed float pada mata uang, sehingga pelemahan dan penguatan ekstrem akan terbatasi," pungkas Lukman. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati