Yen Kembali Tunjukkan Keperkasaan



TOKYO. Di saat mata uang sejumlah negara melemah, yen justru menunjukkan keperkasaannya. Mata uang Jepang tersebut hari ini mengalami penguatan atas dolar. Pada pukul 10.03 pagi waktu Tokyo, yen diperdagangkan pada posisi 99,90 per dolar AS. Kemarin di New York, nilai tukar yen sempat menyentuh 97,92 per dolar AS, yang merupakan level tertinggi sejak 19 Maret lalu.

Keperkasaan yen tersebut diakibatkan adanya penurunan tajam atas penjualan retail di Amerika Serikat (AS) selama tiga tahun. Hal itu yang kemudian menambah kekhawatiran bahwa Negeri Umak Sam itu saat ini sudah mengarah ke jurang resesi.

Penguatan kurs mata uang Jepang tersebut juga mendekati level tertinggi dalam tiga tahun terakhir versus euro. Demikian pula terhadap mata uang lain seperti dolar Australia. kemarin, nilai tukar yen atas euro berada pada posisi 134,93. Pada 10 Oktober lalu, yen diperdagangkan pada level 132,24, yang merupakan nilai tertinggi sejak Juni 2005. Osao Iizuka, head of foreign exchange trading Sumitomo Trust & Banking Co memprediksi, pada perdagangan hari ini, yen akan terus menguat dan berada pada posisi 99 per dolar dan 132 per euro.


“Saat ini bukan masanya seseorang dapat menghadapi risiko yang ada. Itulah yang membuat penguatan yen. Pasar saham anjlok karena memang ada alasan yang memprediksi pertumbuhan ekonomi akan semakin melempem,” papar.

Sementara itu, nilai tukar yen terhadap dolar Australia kemarin menguat 8,2% mencapai posisi 66,24. Yen juga menguat 4,6% menjadi 60,52 per dolar Selandia Baru dan 17% versus rand Afrika Selatan menjadi 9,3780.

Kondisi berbeda dialami oleh won. Mata uang Korea Selatan itu mengalami pelemahan terbesar dalam sepuluh tahun terakhir atas adanya spekulasi guncangan di pasar finansial akan mempersulit perusahaan dan bank untuk mengucurkan pinjaman.

Won anjlok 12% menjadi 1.399,95 per dolar AS, setelah Standard & Poors bilang pihaknya akan menurunkan peringkat kredit Kookmin Bank dan enam perusahaan finansial Korsel lainnya. Penurunan peringkat tersebut disebabkan adanya kekhawatiran bahwa bank-bank tersebut tidak akan mampu dalam menyelesaikan utangnya yang jatuh tempo dalam waktu dekat.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie