Yen Melonjak ke Level Tertinggi Dalam 7 Bulan, Carry Trade Berakhir?



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Yen Jepang melonjak ke level tertinggi dalam tujuh bulan terhadap dolar pada hari Senin. Para pelaku pasar secara agresif menghentikan perdagangan carry trade setelah serangkaian data ekonomi minggu lalu meningkatkan prospek penurunan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan penurunan suku bunga yang lebih besar dari Federal Reserve.

Data pekerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan, bersama dengan laporan pendapatan yang mengecewakan dari perusahaan teknologi besar, dan meningkatnya kekhawatiran atas ekonomi Tiongkok, telah memicu aksi jual global pada saham, minyak, dan mata uang berimbal hasil tinggi dalam seminggu terakhir. Investor kini mencari keamanan uang tunai.

Aksi jual berlanjut pada hari Senin, dengan imbal hasil Treasury AS turun lebih jauh. Indeks saham di zona merah, bitcoin anjlok, dan dolar melemah, terutama terhadap yen.


Favorit pendanaan carry trade, yen, menguat sebanyak 3,4% menjadi 141,675 per dolar AS pada hari ini.

Baca Juga: Indeks Nikkei Mencatat Penurunan Terbesar Sejak Black Monday 1987

Carry trade adalah strategi di mana investor meminjam uang dari negara-negara dengan suku bunga rendah seperti Jepang atau Swiss untuk mendanai investasi dalam aset-aset berimbal hasil tinggi di tempat lain. Carry trade telah populer dalam beberapa tahun terakhir.

Dolar terakhir diperdagangkan pada 142,41 yen, turun 2,8%. Yen diperdagangkan mendekati level terkuatnya sejak awal Januari.

Dolar turun 0,6% terhadap indeks mata uang utama. Indeks dolar diperdagangkan pada 102,65, level terendah hampir lima bulan terakhir.

"Kami melihat beberapa permintaan safe haven untuk mata uang tradisional seperti yen dan franc Swiss, tetapi itu juga konsisten dengan bagaimana carry trade FX telah berakhir dengan sangat, sangat cepat," kata Paul Mackel, kepala global FX di HSBC kepada Reuters.

"Ketidakpastian ini kemungkinan akan berlangsung setidaknya selama beberapa hari ke depan," imbuh Mackel.

Juli lalu, yen menyentuh level paling lemah dalam 38 tahun terakhir. Rebound yen awal pekan ini juga telah dibantu oleh kenaikan suku bunga Bank of Japan sebesar 15 basis poin minggu lalu menjadi 0,25%.

Franc Swiss, mata uang pendanaan populer lainnya, naik sekitar 1% menjadi 0,8499 terhadap dolar AS. Franc, yang merupakan aset aman tradisional, juga diperdagangkan pada level tertinggi dalam tujuh bulan.

Baca Juga: Pasar Optimis Pemangkasan Suku Bunga The Fed, Imbal Hasil Obligasi AS Anjlok

Mata uang berimbal hasil tinggi seperti rupee India dan peso Meksiko anjlok. Sementara mata uang yang selama ini digunakan untuk mendanai investasi, seperti yen dan yuan Tiongkok, menguat.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS, US Treasury telah turun cukup tajam sejak minggu lalu, ketika Federal Reserve mempertahankan suku bunga kebijakan pada kisaran 5,25% hingga 5,50%. Ketua The Fed Jerome Powell membuka kemungkinan penurunan suku bunga pada bulan September.

Namun pada hari Jumat, setelah data menunjukkan tingkat pengangguran melonjak, ekspektasi penurunan suku bunga semakin dalam.

Saham Jepang anjlok pada hari Senin dalam penurunan terbesar dalam satu hari sejak aksi jual Black Monday tahun 1987. Indeks Nikkei 225 turun 12,40% dalam sehari.

Baca Juga: Terseret Sentimen Negatif Global, IHSG Tumbang 3,40% di Awal Pekan Ini

Kurs euro naik 0,3% menjadi $1,0944 terhadap dolar yang secara umum lebih lemah.

Ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB) juga meningkat. Para pedagang kini memperkirakan pemangkasan suku bunga oleh ECB lebih dari 90 basis poin tahun ini, dibandingkan dengan 50 basis poin seminggu yang lalu.

"Ini adalah pelonggaran posisi dan sejak pemilihan Majelis Nasional diadakan di Prancis, tidak ada yang membeli euro dalam jangka panjang," kata Kit Juckes, kepala Strategi Valas di Societe Generale. Pernyataan ini mengacu pada penurunan euro pada bulan Juni setelah pemilihan umum dadakan diadakan di Prancis.

Juckes menambahkan bahwa euro akan dibatasi oleh ekspektasi suku bunga dan pertumbuhan. Tetapi mata uang yang digunakan sejumlah negara Eropa ini mungkin akan bergerak dalam kisaran tertentu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati