Yield Investasi Masih di Atas Target, Begini Strategi BP Jamsostek ke Depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau dikenal dengan BP Jamsostek punya dana investasi BP Jamsostek sebesar Rp 686,12 triliun per periode 30 September 2023, tumbuh 9,43% year to date (YtD) dari akhir tahun 2022.

“Atau mencapai 95,68% dari target tahun 2023 sebesar Rp 717,07 triliun,” kata Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan, Edwin Ridwan kepada KONTAN belum lama ini.

Edwin mengungkapkan, untuk hasil investasi (return) yang berhasil dikantongi BP Jamsostek senilai Rp 35,46 triliun atau mencapai 80,57% dari target tahun 2023 yang sebesar Rp 44,01 triliun. Menurutnya, ini setara dengan imbal hasil investasi (yeild on investement/YOI) 7,20% per tahun versus target yield perusahaan yang sebesar 6,55%.


“Instrumen surat utang atau obligasi masih memberikan imbal hasil yang terbesar atas total hasil investasi yang diperoleh BPJamsostek sampai dengan 30 September 2023 dengan kontribusi sebesar 75,55%,” ungkap Edwin.

Baca Juga: Berikut Respons Sejumlah Penyelenggara Soal Jaminan Sosial Dalam UU ASN

Dia menuturkan, hingga 30 September 2023, penempatan alokasi aset BP Jamsostek berada pada instrumen obligasi sebesar 72,92% atau Rp 500,3 triliun, deposito 11,68% atau Rp 80,17 triliun, saham 9,46% atau Rp 64,90 triliun, reksadana 5,56% atau Rp 38,15 triliun dan investasi langsung sebesar 0,38% atau Rp 2,58 triliun.

“Instrumen surat utang atau obligasi masih menjadi instrumen dengan alokasi penempatan terbesar yaitu 72,92% dengan rincian 68,39% dalam Surat Utang Negara (SUN) dan 4,53% pada surat utang korporasi,” tuturnya.

Edwin menerangkan, dalam mengelola portofolio investasi BPJamsostek menerapkan strategi Liability Driven Investing (LDI) dengan mengutamakan ketersediaan dana dan hasil yang memadai untuk memastikan pemenuhan liabilitas baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Selain itu, lanjut dia, pengelolaan investasi dilakukan secara aktif dan dinamis (Dynamic Asset Allocation), menyesuaikan proporsi alokasi aset investasi seperti saham, reksadana, surat utang, dan deposito sesuai dengan perkembangan kondisi ekonomi terkini dan peluang di pasar.

“Meningkatnya tren deglobalisasi dan climate change berdampak terhadap peningkatan harga (inflasi) dan tingkat suku bunga global dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer),” terangnya.

Dia bilang, memperhatikan pertumbuhan ekonomi (GDP) yang solid sebesar 5% dan posisi negara eksportir komoditas, ke depan di tahun 2024 bakal menguntungkan bagi pasar modal Indonesia.

“Untuk pasar saham diperkirakan akan positif di Semester II 2024 oleh karena itu sebagai vote of confidence, kami berencana akan menambah alokasi di instrumen saham,” imbuhnya.

Edwin menilai, dengan pertumbuhan dana investasi BP Jamsostek ke depan yang semakin besar dan lebih cepat dari pertumbuhan pasar dalam negeri, menyebabkan pihaknya tidak dapat melakukan rebalancing portofolio secara fleksibel dan nimble.

Baca Juga: Ini Kata BPJS Ketenagakerjaan Soal Jaminan Sosial dalam UU ASN yang Disahkan Jokowi

“BP Jamsostek tidak dapat terus menghindari berinvestasi di pasar luar negeri mengingat likuiditas yang terbatas di pasar domestik baik untuk instrumen saham maupun surat utang,” sebutnya.

Terlebih lagi, lanjut dia, apabila BP Jamsostek terus membeli saham di bursa maka likuiditas di pasar akan semakin memburuk mengingat strategi BP Jamsostek adalah buy and hold. Menurutnya, ini akan berdampak buruk terhadap likuiditas dan perkembangan pasar modal domestik.

“Oleh karena itu BP Jamsostek berharap izin untuk melakukan investasi di pasar luar negeri dapat segera terealisasi,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi