Yield KIK EBA Rendah, Dapen Tak Terpikat



JAKARTA. Tahun ini, ada produk investasi Kontrak Investasi Kolektif- Efek Beragun Aset (KIK EBA) yang kembali meluncur. Yakni, produk KIK EBA yang akan diluncurkan oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) senilai Rp 750 miliar hingga Rp 1 triliun pada semester 1-2010. Namun, produk KIK EBA masih kurang menarik minat dana pensiun (Dapen). Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Djony Rolindrawan mengungkapkan, portofolio investasi itu dinilai belum memberikan imbal hasil yang diinginkan oleh dana pensiun. "Kami melihat, dapen lebih memilih yang imbal hasilnya tinggi. Tahun lalu, hanya satu dapen yang masuk KIK EBA," terangnya.Alhasil, lanjut Djony, sebagian besar dana pensiun cenderung memilih portofolio seperti obligasi korporasi dan surat utang negara (SUN). "Kami belum masuk secara masal ke KIK EBA karena risk premiumnya yang terlalu kecil, yield-nya hanya sekitar 1% datas SUN dengan tenor yang sama," katanya.Hal senada diungkapkan Dirut Dapen Bank Mandiri Gatut Subadio. Pihaknya pun belum memutuskan apakah akan mulai menjajaki KIK EBA pada tahun ini. Menurutnya, selain kurangnya sosialisasi investasi di produk teranyar itu, pasar KIK EBA pun terbilang belum likuid. "Kita ada niatan untuk masuk, tapi tentu risk, yield dan market menjadi pertimbangannya," terangnya.Oleh karena itu, katanya, untuk saat ini dana pensiun lebih tertarik berinvestasi di obligasi. Tahun lalu saja, Dapen Mandiri mengeluarkan kocek hingga Rp 660 miliar atau sebesar 30% dari portofolio untuk berinvestasi di obligasi. "Untuk tahun ini kita memproyeksikan akan mengalokasikan dana sebesar 32% dari portofolio," kata Gatut.Kepala DPLK BNI Bambang Endratno pun menilai, belum familiarnya produk baru ini menjadikan KIK EBA sepi peminat, terutama dari dana pensiun. Untuk dana pensiun sendiri, katanya, cenderung lebih tertarik berinvestasi di obligasi, SUN, dan saham karena imbal hasil yang jauh lebih tinggi. "Malah, sebagian lebih tertarik di saham karena dapat memberikan laba yang lebih besar, dan kemungkinan tahun ini, yang berinvestasi di saham akan meningkat," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Johana K.