JAKARTA. Di kuartal kedua ini, pamor pasar obligasi Indonesia di Asia Tenggara makin mencorong. Bagi investor obligasi global, Indonesia menawarkan tingkat imbal hasil yang terbaik di kawasan.
Yield obligasi pemerintah bertenor 5 tahun di Indonesia mencapai 5,45%. Bandingkan dengan Filipina yang sebesar 4,515% dan Malaysia 3,23%. Analis Obligasi MNC Asset Management Akbar Syarief menerangkan beberapa alasan imbal hasil Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Misalnya, walau peringkat utang Indonesia lebih tinggi daripada Filipina, risiko dinilai lebih tinggi. Misalnya, karena subsidi BBM yang dinilai memberatkan APBN.
Dealer Fixed Income Bank Rakyat Indonesia (BRI) Muhammad Ikhsan menambahkan, level
credit default swap (CDS), Indonesia atau acuan risiko berinvestasi Indonesia memang masih tinggi. Saat ini, level CDS Indonesia bertenor 5 tahun berada di 163,5, sedangkan Filipina pada 136.62 dan Malaysia 106.22. Ikhsan menjelaskan, CDS terbentuk dari persepsi pasar. "Persepsi ini dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya tingkat inflasi, neraca berjalan, cadangan devisa, rasio utang terhadap PDB, kepastian hukum, iklim ekonomi dan politik," ulasnya. Investor asing tergiur Biar begitu, y
ield yang seksi ini tak ayal menarik para investor asing untuk masuk ke Indonesia. Seperti dikutip dari Bloomberg, salah satunya adalah Pioneer Investments yang mengelola aset US$189 miliar. Pioneers menyukai surat utang jangka panjang Indonesia dan memperkirakan aksi beli investor asing bakal menyempitkan selisih
yield antara surat utang jangka panjang dan pendek. “Kami berpikir masih ada pertumbuhan
yield surat utang jangka menengah dan jangka panjang. Namun kami hati-hati terhadap risiko nilai tukar,” ujar Hakan Aksoy, portfolio manager Pioneer untuk negara berkembang kepada Bloomberg. HSBC juga mencermati potensi Indonesia. "Kami
secara hati-hati positif terhadap Indonesia,” kata Gordon Rodrigues, Direktur Investasi HSBC Global di Hong Kong. Menurut Gordon, kuncinya adalah rupiah. Jika rupiah lebih stabil, maka minat terhadap surat utang di Indonesia akan kembali. Selain itu, investor asing juga diiming-imingi peringkat
investment grade Indonesia dan pertumbuhan ekonomi 6,3% di kuartal II. "Dengan
investment grade, investor asing, dana pensiun dan asuransi bisa memiliki obligasi Indonesia. Sebelumnya, hanya
hedge fund yang menginvestasikan dananya,” imbuh Akbar. Menurut data Kementerian Keuangan, kepemilikan asing pada SUN saat ini sudah kurang lebih 30% dari total SUN yang dapat diperdagangkan dan terus meningkat tiap bulan. Meskipun begitu, investor asing cenderung menanamkan investasinya pada surat utang pemerintah, terutama yang berjangka panjang, demi meminimalisir risiko. Risiko pembalikan dana Derasnya arus modal asing ke pasar obligasi juga mendatangkan risiko tersendiri. Apalagi di tengah krisis Eropa dan perlambatan dunia sehingga selera risiko investor bak pasang surut gelombang. Saat
risk aversion kembali, otomatis investor menghindari aset berisiko tinggi dan menarik dananya dari Indonesia.
Menurut Akbar, pasar obligasi maupun saham Indonesia masih rentan karena pasar indonesia terbilang kecil. "
Market capitalization IHSG hanya dua kalinya Google di Amerika. Itu sebabnya investasi di Indonesia sangat berfluktuasi,' terang Akbar. Akbar dan Ikhsan masih melihat pasar obligasi masih akan bergerak di rentang yang lebar selama krisis Eropa dan AS belum membaik. Akbar memprediksi
yield obligasi bertenor 10 tahun sampai akhir 2012 masih bisa menuju level 5%-5.2%. Sedangkan Ikhsan memprediksi sampai akhir tahun yield FR0060, bertenor 5 tahun berpotensi turun ke 5.00%-5.25 %. Sedangkan seri FR0061 bertenor 10 tahun akan turun ke 5.5%-5.75 %. Lalu
yield seri FR0059 bertenor 15 tahun di kisaran 6.00%-6.25% dan FR0058 bertenor 20 tahun akan berkisar 6.25%-6.50%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: