Yield obligasi menanjak di 2014



JAKARTA. Tekanan ekonomi, baik global ataupun domestik, masih akan berimbas pada emisi obligasi korporasi di tahun depan. Analis memprediksi, penerbitan obligasi korporasi di tahun depan terancam lebih sepi dibanding tahun ini.

Herdi Ranu Wibowo, Head of Fixed Income BCA Sekuritas mengatakan, isu domestik seperti tren suku bunga tinggi memicu emiten menunda penerbitan obligasi lantaran investor meminta kupon ataupun yield tinggi. Perusahaan yang tidak membutuhkan pendanaan mendesak, diperkirakan bakal  mencari pinjaman perbankan dengan tenor pendek dibandingkan menerbitkan obligasi.

Selain itu, nilai tukar rupiah yang terus melemah serta hajatan pemilihan umum (pemilu) juga menjadi salah satu faktor yang memicu minimnya emisi obligasi. Dari luar negeri, pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat (AS) akan menjadi sentimen negatif bagi pasar obligasi korporasi. "Penerbitan obligasi korporasi pasti berkurang. Kalau prediksi saya di kisaran Rp 40 triliun hingga Rp 50 triliun di 2014," kata Herdi.


Sebagai perbandingan, data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang 2013, mencapai Rp 52,032 triliun, terdiri dari 51 emisi dari 43 emiten.

Herdi memperkirakan, ketidakpastian ekonomi domestik dan global bakal mengerek yield ataupun kupon obligasi korporasi. Ia menduga, rata-rata yield instrumen ini di tahun depan, akan lebih tinggi 300 basis poin hingga 400 basis poin dibandingkan yield surat utang negara (SUN).

Tingginya kupon tersebut menjadi peluang bagi investor yang menginginkan keuntungan. Cuma, investor harus lebih selektif memilih obligasi korporasi dengan peringkat tertentu, seperti minimal AA seiring faktor risiko yang meningkat.

Inflasi melandai

Desmon Silitonga, analis Millenium Danatama Asset Management lebih optimistis meneropong prospek obligasi di tahun depan. Menurutnya, di tahun depan, tren pelemahan rupiah dan tekanan inflasi akan berkurang dibandingkan tahun ini. Kondisi tersebut menjadi faktor pendorong korporasi untuk lebih agresif dalam menerbitkan obligasi.

Ia mencontohkan tahun ini, meski kondisi pasar penuh ketidakpastian baik dari dalam maupun luar negeri, korporasi mampu menerbitkan obligasi hingga Rp 52 triliun.

Di sisi lain, obligasi korporasi yang akan jatuh tempo tahun depan cukup banyak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total obligasi korporasi yang jatuh tempo di 2014 mencapai Rp 38,18 triliun. Diperkirakan, perusahaan akan menerbitkan obligasi korporasi baru untuk refinancing atau pembiayaan kembali instrumen yang jatuh tempo tersebut. "Menurut saya, penerbitan obligasi korporasi tahun depan bisa mencapai Rp 60 triliun-Rp 65 triliun," kata dia.

Desmon memperkirakan, penerbitan obligasi di tahun depan akan didominasi oleh perusahaan sektor pembiayaan, perbankan, konsumer, properti dan telekomunikasi.Ia menebak, BI rate akan kembali melandai  mengikuti penurunan inflasi tahun depan. Hal ini akan mendorong penurunan yield surat utang negara (SUN) dibandingkan posisi saat ini. "Apalagi kalau pemilu berjalan lancar dan menghasilkan kandidat sesuai dengan ekspektasi pasar akan membawa sentimen positif bagi pasar obligasi," tutur dia.

Penurunan yield SUN tersebut ikut menekan kupon obligasi korporasi. Desmon memperkirakan, kupon obligasi korporasi dengan peringkat AAA bisa turun menjadi single digit. "Kupon menjadi lebih baik dibandingkan saat ini," kata dia.

Sementara itu, investor yang akan memburu obligasi korporasi diprediksi berasal dari institusi. Menurut Desmon, investor akan mencari obligasi dengan rating minimal A- dengan kupon yang menawarkan spread rata-rata di atas 100 basis poin dari SUN di tenor yang sama. "Investor institusi lebih banyak menggenggam surat utang hingga jatuh tempo, hanya dengan mengharapkan cash flow dari kupon," tutur dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini