JAKARTA. Tekanan pasar tak mempengaruhi minat asing memburu obligasi Pemerintah Indonesia. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, dana asing di surat utang negara (SUN) bertambah Rp 67,09 triliun sepanjang 2015. Kepemilikan asing di SUN per akhir Desember 2014 mencapai Rp 461,35 triliun. Nilai tersebut naik dan hingga 16 September 2015 menjadi Rp 528,44 triliun. Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan, masuknya asing dipicu atraktifnya yield obligasi domestik dibandingkan negara lain. Misal yield surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun tercatat 9,45% atau naik 165 basis poin secara year to date (ytd) hingga 15 September 2015.
Yield tersebut lebih tinggi dibandingkan obligasi serupa di India yang sekitar 7,51% atau turun 72 basis poin pada periode sama. Menurut Handy, asing banyak masuk ke SUN bertenor panjang. "Tenor panjang diburu karena memiliki yield lebih menarik dibandingkan tenor pendek," kata Handy, kemarin. Maximilianus Nico Demus, Fixed Income Samuel Sekuritas Indonesia sepakat. Imbal hasil obligasi Indonesia masih tertinggi dibandingkan negara-negara di Asia Pasifik. "Selain untuk investasi jangka panjang, asing juga masuk secara trading jangka pendek untuk mendapatkan keuntungan," ujar Nico. Cuma, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sempat memicu keluarnya dana asing
(capital outflow) dari SUN sebesar Rp 7,95 triliun sepanjang Agustus 2015. Kata Handy, kondisi tersebut mengakibatkan total return investasi di local currency obligasi Indonesia tercatat minus 2,5% sejak akhir 2014 hingga 14 September 2015. Investor asing sendiri tekor hingga minus 15,2% akibat rugi konversi dalam mata uang dollar AS. Sementara itu, negara lain seperti Malaysia memberikan total return positif 2,6%. Namun apabila dikonversikan dalam dollar AS, maka total return obligasi negara
local currency Malaysia jatuh lebih dalam dibandingkan Indonesia atau sebesar 23,3%. Pasalnya, mata uang Malaysia Ringgit juga mengalami depresiasi terhadap dollar AS. Yield berpotensi turun Handy memperkirakan, yield SUN bertenor lima tahun diprediksi turun ke level 8% di kuartal IV tahun ini dibandingkan posisi per 9 September 2015 yang 8,38%. Adapun yield SUN bertenor 10 tahun diperkirakan turun ke level 8,9% dari posisi 9 September yang sebesar 9,15%. Pun, yield SUN tenor 20 tahun bakal turun ke 9,26% dari 9,42%. Asumsi tersebut mempertimbangkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang diprediksi tetap 7,5% dan inflasi inti di level 4,8% pada kuartal IV 2015. Asumsi lain, kata Handy, rupiah terhadap dollar AS sekitar Rp 14.500 per dollar AS di kuartal IV.
Menurut dia, bullish-nya pasar obligasi ditopang oleh meningkatnya daya beli investor domestik. "Investor lokal masuk ke obligasi dipicu rendahnya laju inflasi serta menariknya yield obligasi dibandingkan suku bunga deposito," ujar Handy. Investor asing diperkirakan juga masih akan masuk sehingga mengerek harga obligasi. Nico mengatakan, yield SUN secara teknikal masih dalam pola downtrend. Artinya, yield berpeluang naik. Namun dalam jangka panjang potensi penurunan yield sangat besar. Menurut dia, saat ini investor bisa menerapkan strategi membeli obligasi jangka pendek guna meredam volatilitas jangka pendek. Namun juga perlu menambah obligasi berdurasi menengah dan panjang untuk memaksimalkan portofolio dengan porsi yang tidak sebesar obligasi berjangka pendek. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie