KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yield SUN acuan 10 tahun diperkirakan naik lagi di akhir tahun. Membaiknya data ekonomi Amerika Serikat (AS) dan memburuknya tensi geopolitik di Timur Tengah menjadi pendorongnya. Berdasarkan data Trading Economics,
yield UST 10 tahun berada di 4% pada Senin (7/10) per pukul 18.58 WIB, tertinggi dalam dua bulan terakhir. Sementara yield SUN 10 tahun berada di 6,84%. Head of Economic Research Pefindo, Suhindarto mengatakan bahwa
yield SUN 10 tahun akan berkisar 6,6%-6,8% pada akhir tahun.
Baca Juga: Dana Asing Berpotensi Keluar dari Pasar Modal Indonesia, Ini Penyebabnya "Sebab, pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun tidak akan agresif sehingga
yield akan turun perlahan untuk mengikuti," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (7/10). Penurunan tajam baru-baru ini lebih didorong oleh arus masuk modal asing yang signifikan mendekati level wajarnya hingga akhir tahun. Benar saja, setelah turun hingga di bawah level wajar 6,6%, yield kembali naik karena telah terdiskon dalam sehingga ruang untuk penurunan lebih lanjut menjadi lebih terbatas. Menurutnya, yield bisa turun lebih lanjut jika suku bunga juga turun, yang mana diproyeksikan akan terjadi di tahun depan. "Kami memprediksi
yield 10 tahun akan berada di kisaran 6,31%-6,69% dengan titik tengah di 6,54%," nilainya. Meski penurunan suku bunga berlanjut, Suhindarto berpandangan pasar surat utang akan menghadapi faktor negatif lainnya, yakni potensi pasokan yang signifikan seiring dengan defisit dan angka jatuh tempo yang lebih besar. Sehingga, pasokan yang lebih besar akan menahan harga untuk naik lebih tajam (
yield turun lebih jauh).
Baca Juga: Pasar SUN Volatile, Ini Rekomendasi dari BNI Sekuritas untuk Senin (7/10) Untuk jangka pendek, dia menilai volatilitas di pasar surat utang masih akan tinggi. Karenanya ia menilai
timing mengalokasikan dana di waktu yang tepat menjadi penting. Selain itu, dengan volatilitas yang masih akan berlanjut, ia berpandangan akan menjadi lebih bijak jika tidak menempatkan dana pada satu waktu. "Hal ini akan membuat investor bisa membeli saat terkoreksi dan menjual beberapa untuk mendapatkan keuntungan saat harga sudah meningkat untuk kemudian diinvestasikan kembali saat harga kembali terkoreksi dalam jangka pendek," tutup Suhindarto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi