KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Yield obligasi Indonesia cenderung bergerak naik semenjak
yield US treasury juga bergerak naik. Investor domestik bisa manfaatkan peluang ini untuk dapatkan retrun tinggi.
Yield US treasury kembali bergerak naik ke level tinggi di 2,96% per Selasa (24/4).Sementara, pergerakan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun cenderung bergerak naik hingga sore ini menyentuh level 6,92% atau tertinggi sejak November 2017. I Made Adi Saputra Analis Fixed Income MNC Sekuritas mengatakan salah satu penyebab
US treasury bergerak naik adalah kenaikan harga minyak. Mengutip
Bloomberg, harga minyak WTI kontrak Juni 2018 per Selasa (24/4) tercatat capai level tertingginya sejak Februari 2015 dan menyentuh US$ 68,92 per barel.
Made mengatakan kenaikan harga minyak bisa memicu inflasi di AS meningkat dan berpotensi membuat suku bunga The Fed naik jadi lebih agresif serta memicu
yield US treasury naik.
Yield obligasi pemerintah pun ikut naik. Made melihat naiknya
yield obligasi pemerintah bisa menarik investor domestik untuk menikmati yield yang lebih tinggi dibanding instrumen investasi di perbankan. Lihat saja, BI kemungkinan masih akan mempertahankan suku bunga acuan di 4,25%. "Ini bisa jadi peluang investor domestik untuk mempertebal real return mereka," kata Made. Jika
yield tinggi seperti saat ini di level 6,9%, dengan inflasi secara
year to date sebesar 3,4% maka investor bisa menikmati return 3,5%. Sangat berbeda
return yang diterima bila
yield berada di level 6,5% seperti pernah terjadi beberapa bulan lalu. Made memproyeksikan sentimen eksternal masih akan berpotensi buat
yield obligasi domestik bergerak naik dan mencapai posisi keseimbangan baru. Menurut Made, tidak jadi masalah selama
yield obligasi Indonesia bisa mengikuti kenaikan
yield US treasury. Meski asing keluar, bila
yield Indonesia bisa ikut naik, maka asing akan masuk kembali. Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro menambahkan untuk jangka pendek, prospek pasar obligasi Indonesia masih akan dibayangi isu global seperti ancaman perang dagang dan ekspektasi kenaikan
Fed Fund Rate (FFR) yang lebih agresif jika laju kenaikan inflasi AS lebih cepat dari perkiraan. Nico menaruh perhatian pada kebijakan moneter berbagai bank sentral seperti BoE yang juga perlu diwaspadai.
Sementara, untuk jangka panjang Nico memproyeksikan pasar obligasi Indonesia berpotensi catatkan pertumbuhan positif dan mampu mencatat rekor baru penerbitan obliagsi korporasi.Ditengah bayang-bayang sentimen global, sentimen positif yang bisa mendorong kinerja pasar obligasi pemerintah adalah fundamental ekonomi. "Terlebih lagi, dua kegiatan penting seperti Asean Games dan pilkada serentak dapat menjadi momentum untuk pertumbuhan ekonomi domestik," kata Nico, Selasa (24/4). Sementara, Made memproyeksikan dengan asumsi rupiah bisa kembali ke Rp 13.700 per dollar AS maka
yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun bisa bertengger di 6,8% di semester I 2018. Namun, bila rupiah berada di Rp 14.000 per dollar AS maka yield obligasi domestik bisa naik mencapai 7,1% di periode yang sama. Made masih menunggu momentum pergerakan harga minyak untuk memperhitungkan proyeksi
yield obligasi pemerintah di akhir tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sofyan Hidayat