Yield SUN kembali ke bawah 7%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% memberikan angin segar tak hanya bagi nilai tukar rupiah, tetapi juga ke pasar obligasi dalam negeri. Sentimen positif tersebut tercermin dari turunnya yield surat utang negara (SUN) acuan tenor 10 tahun.

Kamis (31/5) lalu, yield SUN acuan tenor 10 tahun berhasil kembali berada di bawah 7%. Yield surat utang tersebut turun 1,67% ke level 6,95%. Sebaliknya, indeks harga SUN yang disusun Himdasun tercatat mengalami kenaikan 0,89% ke level 94,15. Di saat yang sama, kurs rupiah pada akhir pekan lalu menguat 0,69% ke level Rp 13.896 per dollar Amerika Serikat (AS).

Analis Obligasi Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail mengatakan, naiknya suku bunga acuan BI menjadi faktor yang mendorong turunnya yield SUN tenor 10 tahun. "Pasar tidak memiliki ekspektasi suku bunga acuan akan naik secepat ini, dua kali dalam sebulan. Nilai tukar rupiah juga menguat cukup tajam," ujar Mikail, Kamis (31/5).


Kendati demikian, Mikail menilai, kenaikan suku bunga acuan bukanlah satu-satunya hal yang memicu pasar obligasi domestik reli. Faktor eksternal turut menopang performa obligasi akhir pekan lalu. Bahkan pengaruh sentimen eksternal ini ke pergerakan harga obligasi sangat kuat.

Sentimen AS

Ada beberapa sentimen eksternal yang mempengaruhi pasar obligasi. Pertama, isu konflik politik dan ekonomi di Italia. Faktor ini menjadi sentimen utama yang membuat yield US Treasury bertenor 10 tahun bergerak turun. Alhasil, sentimen tersebut berimbas pada yield SUN.

Kedua, data perekonomian AS. Ada beberapa data ekonomi penting AS yang rilis akhir pekan lalu dan akan mempengaruhi pasar SUN pekan ini.

Misal indeks belanja konsumsi pribadi inti (core PCE) April. PCE merupakan indikator tingkat inflasi berdasarkan konsumsi barang dan jasa tanpa menghitung makanan dan energi. Core PCE AS di April naik 0,2%, lebih baik dari prediksi, yakni naik 0,1%.

AS juga mengumumkan non-farm payroll di April mencapai 223.000. Jumlah ini lebih bagus dari konsensus analis yang cuma 189.000.

Mikail menilai positifnya non-farm payroll bisa menekan harga SUN. "Kalau data di bawah ekspektasi, yield US Treasury akan tambah turun karena pasar makin yakin suku bunga The Federal Reserve hanya naik tiga kali sampai Desember nanti," ujar Mikail.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menambahkan, peluang harga obligasi pemerintah membaik makin besar setelah nilai tukar rupiah bergerak stabil. Meski begitu, mata uang Garuda berpotensi kembali tertekan mengingat The Fed berpotensi menaikkan suku bunga acuan di bulan ini.

Selain itu, kebijakan moneter BI saat ini belum memperhitungkan risiko tambahan yang datang dari eksternal, di antaranya persoalan politik dan ekonomi Italia saat ini. Potensi keluarnya Italia dari Uni Eropa membuat pelaku pasar khawatir terhadap pertumbuhan ekonomi global.

"Ketidakpastian global seperti ini berpotensi menarik investor masuk ke obligasi AS sebagai aset safe haven," tutur Anil. Ia menambahkan, hingga jangka menengah, sentimen global masih dominan mempengaruhi pasar SUN.

Harga SUN juga masih sulit naik. Mikail memprediksi, yield SUN tenor 10 tahun berada di kisaran 6,9%–7,1% hingga akhir kuartal II-2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini