JAKARTA. Paket kebijakan ekonomi jilid II tampak belum berdampak positif terhadap pasar obligasi. Rata-rata yield obligasi pemerintah yang ditunjukkan oleh Indonesia Bond Indexes (INDOBex) Goverment Effective Yield naik 0,16% pada penutupan perdagangan Rabu (30/9) menjadi 9,67% dibandingkan perdagangan Selasa (29/9) sebelumnya. Yield surat utang negara (SUN) acuan atau benchmark bergerak bervariasi. Di mana, yield FR0070 turun menjadi 9,60% dibandingkan penutupan perdagangan Selasa (29/9) yang tercatat 9,80%. Sedangkan yield FR0071 turun menjadi 9,80% dari 9,85% pada periode yang sama. Sementara itu, dua seri lainnya mengalami kenaikan yield. Yakni, FR0069 naik dari 9,54% menjadi 9,55% dan FR0068 naik dari 9,934% menjadi 9,937%.
"Paket kebijakan ekonomi jilid II tampak belum berdampak signifikan di pasar obligasi, tercermin dari masih tertekannya kurva yield SUN ke atas untuk seluruh tenornya siang ini," ujar Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie, Rabu (30/9). Analisis Roby, pelaku pasar bersikap hati-hati lantaran menganggap kebijakan tahap II masih berorientasi jangka menengah hingga panjang di sektor riil. Padahal, saat ini gejolak terjadi di sektor keuangan. "Sehingga, investor masih menanti kebijakan lanjutan yang bisa berdampak langsung dalam menahan gejolak di sektor keuangan dan nilai tukar," tutur dia. Tekanan di pasar obligasi pemerintah melanjutkan perdagangan Selasa (29/9). Risiko iklim investasi atau CDS di Indonesia bahkan menyentuh angka tertinggi sejak 2013. Fixed Income Analyst Samuel Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus mengatakan kenaikan CDS dipicu oleh depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). "Saat tekanan datang dari Rupiah, obligasi yang mengalami pelemahan paling kuat datang dari obligasi bertenor menengah hingga panjang," ujar Nico. Namun, pelemahan obligasi pemerintah mulai menipis pasca diumumkannya paket kebijakan ekonomi jilid II. Dia memperkirakan paket tersebut memberikan angin segar bagi para pelaku pasar dan investor. "Sehingga membangun rasa positif. Selain lebih menangkap masalah investasi, paket kebijakan ini juga memberikan kemudahan dalam berinvestasi," ujar Nico. Menurut Nico, paket kebijakan akan berdampak signifikan apabila terdapat konsistensi pemerintah untuk mengeksekusi kebijakan tersebut. Yield masih akan naik Roby memperkirakan yield surat utang negara (SUN) terancam naik hingga akhir tahun. Pemicunya, fluktuasi pergerakan nilai tukar rupiah serta kenaikan suku bunga bank sentral AS, Fed rate. "Namun, kenaikan yield juga bisa ditahan dengan intervensi pemerintah dan BI (Bank Indonesia) di pasar SUN," kata Roby. Selain itu, faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Tiongkok juga dapat sangat mempengaruhi kinerja SUN. Nico sepakat, tekanan pasar SUN akan dipicu oleh dollar AS yang terus menguat, pelemahan daya beli, kenaikan suku bunga Fed rate, serta perlambatan ekonomi Tiongkok masih menjadi agenda yang utama. "Secara teknikal dan fundamental, pasar obligasi masih akan mengalami tekanan. Namun apabila Pemerintah bekerja secara konsisten menjalankan Paket Kebijakannya, maka akan menahan tekanan di pasar SUN," ujar Nico. Di tengah kondisi ini, menurut Nico, investor bisa mengubah portofolio durasi investasinya menjadi obligasi jangka pendek. Namun, investor tetap harus menyisipkan obligasi jangka panjang disertai dengan deposito.
"Obligasi jangka pendek untuk meredam volatilitas pasar, obligasi jangka panjang untuk memaksimalkan keuntungan, dan deposito sebagai pendamping investasi yang aman," papar Nico. Di samping itu, investor juga perlu memanjangkan horizon investasi. Pasalnya, saat ini sulit mendapatkan keuntungan atau capital gain dari investasi untuk jangka pendek. "Sehingga di saat inilah justru tepat untuk membeli. Selain yield menarik, valuasi harga obligasi juga sudah murah. Dengan demikian, ketika pasar melakukan recovery, investor telah siap menikmati keuntungan," jelas Nico. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto