Yield US Treasury Turun, Bagaimana Efek ke Pasar SBN?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) alias US Treasury kembali turun menjauhi level 5% yang pernah dicapai pada Oktober 2023 lalu. Pada perdagangan Senin (20/11), yield US Treasury tenor 10 tahun berada di sekitar level 4,47%.

Investment Specialist Sucorinvest Asset Management Felisya Wijaya mengatakan, penurunan yield US Treasury secara tidak langsung akan mengurangi tekanan terhadap rupiah dan outflow dari dalam negeri. Pasalnya, penurunan yield ini memperlebar kembali spread yield antara obligasi Indonesia dengan US Treasury.

"Dengan begitu, investasi di obligasi Indonesia diharapkan dapat menawarkan imbal hasil yang lebih premium," kata Felisya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (20/11).


Baca Juga: Surplus APBN Berlangsung Lebih Lama, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Felisya mencatat, pada akhir Agustus hingga pengujung Oktober 2023, investor asing melepaskan posisi di Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 36 triliun. Jumlah ini setara dengan 4% kepemilikan investor asing selama dua bulan.

Kondisi ini disebabkan oleh menipisnya spread imbal hasil obligasi Indonesia dan US Treasury ke level terendah sepanjang masa di kisaran 200 bps. Kondisi ini diperburuk dengan komentar The Fed yang cenderung hawkish pada beberapa pertemuan dengan frasa higher for longer rate.

Namun, hingga 17 November 2023 porsi kepemilikan investor asing di SBN Indonesia tercatat sebesar 14,72% atau setara dengan Rp 819,98 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan posisi investor asing pada akhir 2022 yang sebesar Rp 762,19 triliun.

"Hal ini menandakan bahwa secara garis besar, investor asing sepanjang tahun ini masih mencatatkan aksi beli bersih di instrumen SBN," ucap Felisya.

Baca Juga: Pemerintah Tambah Kuota ST011 Menjadi Rp 12,5 Triliun

Pada bulan November 2023, investor asing sudah kembali mencatatkan aksi beli bersih sebesar Rp 10 triliun ke pasar SBN dalam negeri. Inflow ini terjadi seiring dengan meningkatnya keyakinan investor bahwa The Fed akan mempertahankan tingkat suku bunganya pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember mendatang.

Lebih lanjut, faktor lain yang dapat mendorong aliran masuk ke SBN adalah pembalikan tren tingkat suku bunga acuan untuk kembali turun pada tahun 2024. Sentimen lainnya adalah komentar The Fed yang lebih dovish, meningkatnya spread yield AS dan Indonesia, serta kenaikan sovereign credit rating Indonesia.

Felisya melihat, kondisi pasar SBN di tahun 2024 akan membaik seiring dengan adanya harapan penurunan tingkat suku bunga acuan. Dengan adanya hal ini, potensi arus dana asing kembali ke Indonesia akan cukup tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati