KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, 100% masyarakat menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mulai diberlakukan 1 Januari 2020. "Kami yang mendengarkan aspirasi ya mayoritas atau bahkan 100% masyarakat menolak terhadap kenaikan tarif yg akan dilakukan," kata Tulus Abadi di Jakarta, Selasa (3/9). Tulus mengatakan, penolakan tersebut dilandasi oleh beberapa alasan, seperti soal daya beli masyarakat kelas menengah dan klaim layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan yang belum optimal.
Tulus menegaskan, kenaikan tarif BPJS Kesehatan untuk menutup defisit bukanlah satu-satunya solusi yang harus ditempuh. Masih banyak solusi lain yang bisa ditempuh seperti pemberian subsidi oleh pemerintah. Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan naik, buruh siap turun ke jalan Menurutnya, akan jadi sebuah anomali jika pemerintah tidak mau memberikan subsidi untuk BPJS Kesehatan sedangkan mau memberikan subsidi energi sebesar Rp 153 triliun. "Kenapa untuk BPJS Kesehatan yang lebih strategis tidak mau menambah subsidinya? Ini suatu anomali," ucap dia. Tulus khawatir bila tarif BPJS Kesehatan benar-benar naik, tunggakan peserta mandiri BPJS Kesehatan semakin memburuk. Pasalnya saat ini, 53% peserta mandiri menunggak pembayaran BPJS Kesehatan sekaligus menjadi salah satu penyebab defisit anggaran. Terlebih, kajian BPJS Kesehatan yang melibatkan UI dan UGM soal daya beli kelompok mandiri memang sudah tidak pas sebelum tarif BPJS naik. Saat ini, daya beli kelompok mandiri kelas 3 hanya Rp 18.500 sementara tarif BPJS Kesehatan sudah sebesar Rp 25.000. Baca Juga: Manipulasi iuran BPJS Kesehatan, 2.348 perusahaan bakal dikenakan sanksi "Kalau dinaikkan lagi bagaimana? Artinya memang belum mampu daya belinya kalau dinaikkan kembali," jelas dia.