YLKI dan kelompok masyarakat serukan penolakan label SNI untuk rokok elektrik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Komnas Pengendalian Tembakau, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Yayasan Lentera Anak, dan Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) melakukan konferensi pers bersama untuk merespon keluarnya Standar Nasional Indonesia (SNI) 8946:2021 Produk Tembakau yang Dipanaskan (rokok elektronik vape) oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).

SNI ini dianggap tidak tepat bahkan dapat mendorong masyarakat untuk menggunakan vape karena telah ber-SNI yang dikonotasikan aman.

Produk tembakau, baik rokok konvensional maupun rokok jenis baru merupakan suatu komoditas yang legal terbatas namun tidak normal.


Baca Juga: SNI produk tembakau alternatif mulai temui titik cerah

Dalam Undang-undang No 39 Tahun 2007 tentang cukai Pasal 2 ayat 1 menyebutkan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik, yakni konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Oleh karena itu, proses produksi hingga konsumsinya perlu diatur secara ketat oleh pemerintah dan dilakukan pengawasan.

DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FAPSR, FISR, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam konferensi pers menyampaikan bahwa rokok elektronik sama berbahayanya dengan rokok biasa.

“Tidak ada yang namanya less harmful pada produk tembakau dalam bentuk apapun. Kandungan zat kimia karsinogenik di semua produk tembakau, meski dipanaskan, akan merusak paru-paru. Apalagi nikotinnya mendorong konsumsi terus-menerus. Ditambah status ber-SNI yang tidak melibatkan pakar kesehatan, sama saja ingin masyarakat menambah beban penyakit," ujarnya, Jumat (10/9).

Seperti yang telah diketahui, di tengah masyarakat berjuang melawan pandemi yang begitu panjang dan melelahkan, Direktorat Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal, BSN (Badan Standarisasi Nasional) telah merumuskan SNI 8946:2021 Produk Tembakau yang Dipanaskan. Dalam dokumen tersebut disebutkan alasan pertama SNI ini adalah untuk melindungi konsumen.

Namun, tidak satu pun Komite Teknis penyusunannya memuat pakar atau lembaga kesehatan, dalam hal ini juga tidak melibatkan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), yang seharusnya dilibatkan dalam bentuk pengaturan apa pun untuk produk yang harus diatur dan diawasi konsumsinya karena merusak kesehatan.

Baca Juga: BPKN: Seluruh Produk yang Berisiko Harus Memiliki SNI, Termasuk Tabung Oksigen Medis

Editor: Yudho Winarto