JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai penerapan plain packaging (kemasan polos) atau pictorial health warning (PHW) alias gambar seram pada minuman beralkohol (minol) tak mendesak, sebagaimana penerapannya pada rokok. Pasalnya, menurut pengurus harian YLKI, Tulus Abadi, masyarakat sudah jauh lebih sadar akan bahaya minol dibanding dampak kesehatan dari rokok. Selain itu, peredaran minol sebagai barang dikenai cukai juga sangat dibatasi, dan relatif susah diakses dibanding rokok. “Minuman beralkohol penjualannya dibatasi, tidak boleh dibeli dan dikonsumsi langsung di sembarang tempat. Image miras negatif, juga sudah lazim. Dan dampak miras itu langsung, misalnya mabuk,” kata Tulus kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (13/7). “Sebetulnya peringatan di minuman beralkohol kurang berfungsi. Berbeda kalau rokok, dimana pemahaman masyarakat akan dampaknya masih minim, bahkan ada yang bilang merokok bisa mengobati batuk dan sebagainya. Selain itu rokok juga dijual bebas. Sehingga peringatan gambar di rokok menjadi penting, di situ urgensinya. Tidak urgen pada minuman beralkohol,” kata Tulus. Ia menambahkan, selama ini belum ada contoh yang menerapkan baik kemasan polos atau gambar seram pada minol. Selain karena termasuk barang yang dikenai cukai sehingga harganya mahal, minol kini juga tidak diiklankan secara bebas. Menurut Tulus, hal ini sudah cukup membatasi volume konsumsi minol. Hanya saja, diakuinya, belakangan ini minol lebih mudah diakses di banyak retail modern. “Produk minuman beralkohol sekarang lebih mudah diakses dengan banyaknya retail. Pemerintah harus waspada, karena sudah banyak komplain masuk,” lanjut Tulus. Ia meyakini, minol impor yang mahal masih sangat terbatas peredarannya. Namun, untuk minol produksi dalam negeri yang lebih murah, pemerintah harus betul-betul mengawasi peredarannya di retailer modern. Apalagi pemerintah sudah memiliki perangkat aturan peredaran minol eceran. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, tengah mengkaji penerapan plain packaging atau PHW alias gambar seram pada minol. Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, Jumat lalu menuturkan, ini adalah tindak lanjut dari aturan yang memperketat peredaran di eceran. Pada 11 April 2014 lalu Kemendag mengeluarkan Permendag Nomor 20/M-DAGPER/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol. Dalam aturan tersebut, penjualan minol secara eceran hanya dapat dilakukan oleh pengecer pada toko bebas bea (TBB) dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk daerah khusus ibukota Jakarta. Selain itu, pengecer berkewajiban melarang pembeli minol meminum langsung di lokasi penjualan. Pengecer dan penjual langsung minol, hanya yang berasal dari distributor atau sub distributor. Perusahaan importir (IT-MB) juga wajib melaporkan realisasi impor dan pendistribusian minol setiap tiga bulan kepada Dirjen Daglu, Kementerian Perdagangan. (Estu Suryowati)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
YLKI: Gambar seram di minuman alkohol tak mendesak
JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai penerapan plain packaging (kemasan polos) atau pictorial health warning (PHW) alias gambar seram pada minuman beralkohol (minol) tak mendesak, sebagaimana penerapannya pada rokok. Pasalnya, menurut pengurus harian YLKI, Tulus Abadi, masyarakat sudah jauh lebih sadar akan bahaya minol dibanding dampak kesehatan dari rokok. Selain itu, peredaran minol sebagai barang dikenai cukai juga sangat dibatasi, dan relatif susah diakses dibanding rokok. “Minuman beralkohol penjualannya dibatasi, tidak boleh dibeli dan dikonsumsi langsung di sembarang tempat. Image miras negatif, juga sudah lazim. Dan dampak miras itu langsung, misalnya mabuk,” kata Tulus kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (13/7). “Sebetulnya peringatan di minuman beralkohol kurang berfungsi. Berbeda kalau rokok, dimana pemahaman masyarakat akan dampaknya masih minim, bahkan ada yang bilang merokok bisa mengobati batuk dan sebagainya. Selain itu rokok juga dijual bebas. Sehingga peringatan gambar di rokok menjadi penting, di situ urgensinya. Tidak urgen pada minuman beralkohol,” kata Tulus. Ia menambahkan, selama ini belum ada contoh yang menerapkan baik kemasan polos atau gambar seram pada minol. Selain karena termasuk barang yang dikenai cukai sehingga harganya mahal, minol kini juga tidak diiklankan secara bebas. Menurut Tulus, hal ini sudah cukup membatasi volume konsumsi minol. Hanya saja, diakuinya, belakangan ini minol lebih mudah diakses di banyak retail modern. “Produk minuman beralkohol sekarang lebih mudah diakses dengan banyaknya retail. Pemerintah harus waspada, karena sudah banyak komplain masuk,” lanjut Tulus. Ia meyakini, minol impor yang mahal masih sangat terbatas peredarannya. Namun, untuk minol produksi dalam negeri yang lebih murah, pemerintah harus betul-betul mengawasi peredarannya di retailer modern. Apalagi pemerintah sudah memiliki perangkat aturan peredaran minol eceran. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, tengah mengkaji penerapan plain packaging atau PHW alias gambar seram pada minol. Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, Jumat lalu menuturkan, ini adalah tindak lanjut dari aturan yang memperketat peredaran di eceran. Pada 11 April 2014 lalu Kemendag mengeluarkan Permendag Nomor 20/M-DAGPER/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol. Dalam aturan tersebut, penjualan minol secara eceran hanya dapat dilakukan oleh pengecer pada toko bebas bea (TBB) dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk daerah khusus ibukota Jakarta. Selain itu, pengecer berkewajiban melarang pembeli minol meminum langsung di lokasi penjualan. Pengecer dan penjual langsung minol, hanya yang berasal dari distributor atau sub distributor. Perusahaan importir (IT-MB) juga wajib melaporkan realisasi impor dan pendistribusian minol setiap tiga bulan kepada Dirjen Daglu, Kementerian Perdagangan. (Estu Suryowati)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News