YLKI: Harga kantong plastik Rp 200 terlalu murah



Jakarta. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengapresiasi penerapan kebijakan kantong plastik berbayar di tempat-tempat perbelanjaan. Hanya saja, ia menilai harga kantong plastik yang ditetapkan Rp 200 masih terlalu rendah.

Tulus menyebut, dalam penetapan harga kantong plastik berbayar itu, pemerintah terlalu mendengarkan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) yang khawatir kehilangan konsumen. Padahal, jika harga kantong plastik dipatok lebih tinggi, Tulus tidak akan terjadi penurunan jumlah konsumen secara signifikan.

"99% tidak ada penurunan konsumen meskipun ada penerapan kebijakan plastik berbayar, saya rasa tidak akan berpindah (konsumennya)," kata Tulus di Kantor YLKI, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (13/4/2016).


Meski begitu, Tulus memahami kekhawatiran APRINDO. Sebab, masyarakat Indonesia masih tergolong sensitif meyikapi harga terlebih untuk membayar kantong plastik.

"Memang kekhawatiran APRINDO ada benarnya karena kan konsumen kita masih sensitif harga. Kalau ditetapkan Rp 1.000 misalnya, bisa saja dia pindah ke ritel lain yang tidak menerapkan kebijakan itu," kata Tulus.

Hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi itu adalah dengan menerapkan kebijakan serupa terhadap ritel tradisional. Meskipun sulit dikontrol, Tulus menyebut setidaknya kebijakan itu bisa dilakukan oleh PD Pasar Jaya.

"Memang ini kan harus fair sebenarnya, tidak hanya di ritel modern, tapi juga ritel-ritel di pasar tradisional. Jadi saya kira pijakannya merata. Tapi saat ini yang baru bisa dikontrol memang pada level ritel modern. Tapi minimal di Pasar Jaya itu bisa," katanya.

Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan YLKI justru menunjukkan, konsumen cenderung menyarankan agar penggunaan kantong plastik saat berbelanja ditiadakan. Dari responden yang menjadi objek penelitian, 65 orang atau 35,3% menyatakan hal tersebut.

"Masyarakat dan konsumen sudah mendukung kebijakan (penerapan kantong plastik berbayar) ini dan secara ekstrem meminta tidak ada penggunaan plastik ini," kata Tulus.

Saran peniadaan kantong plastik disampaikan konsumen karena adanya ketidakjelasan pengelolaan kantong plastik berbayar. Sebagai contoh, banyak kasir di ritel yang tidak memberikan penjelasan bahwa ritelnya telah menerapkan kebijakan tersebut.

"Dan ketika konsumen menyadari tidak ingin menggunakan plastik dan meminta uangnya kembali, mereka tidak bisa (mengembalikan) karena beralasan sudah masuk database," ujar peneliti YLKI, Nataliya, dalam kesempatan yang sama.

Selain menyarankan ditiadakannya kantong plastik, responden juga menyarankan agar sosialisasi penerapan kantong plastik berbayar lebih digencarkan. Konsumen juga menyarankan adanya transparansi dana hasil penjualan kantong plastik, dan penyediaan alternatif kantong belanjaan dengan harga terjangkau.

Untuk mengurangi sampah plastik, 22 kota di Indonesia menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar mulai 21 Februari 2016 saat peringatan Hari Peduli Sampah Nasional. Ke-22 kota tersebut adalah Bogor, Jakarta, Bandung, Bekasi, Depok, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar, Ambon, Papua, Jayapura, Pekanbaru, Banda Aceh, Kendari, dan Yogyakarta.

(Nursita Sari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto