YLKI menilai UU Pangan tak memihak konsumen



JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI) menilai keberadaan Undang-Undang(UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan telah merugikan konsumen. UU Pangan lebih menekankan aspek produksi korporasi dan keterkaitan pasar global yang jelas merugikan konsumen, termasuk dari sisi harga.Ketua Harian YLKI Daryanto mengatakan, UU tentang Pangan menekankan pemenuhan kebutuhan pangan melalui jalur perusahaan. "Ini menafikan kearifan lokal. DPR dan Pemerintah menjual pasar Indonesia dengan penduduk 240 juta ke pelaku bisnis dalam negeri maupun asing," ujarnya kepada Kontan, Senin (25/2).Padahal, Pasal 17 UU Pangan berbunyi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan sebagai produsen Pangan. Menurut Daryanto,  hal ini menyamakan pelaku usaha besar dengan petani yang akan kalah diri sisi daya saing. Ia menilai, dalam konteks kearifan lokal, kebutuhan pangan seharusnya diselesaikan dalam level komunitas atau kelompok petani."Peraturan ini tidak menekankan kepada kelompok petani akibat tidak ada duitnya dan tidak bisa dikorupsi, sehingga dialihkan kepada yang namanya food estate," ujarnya.Daryanto mengatakan, dengan menekankan kepada korporasi dengan sektor padat modal, maka tidak menutup kemungkinan adanya atau masuknya korporasi dengan skala global. "Ini bisa menjadi jualan yang menarik dengan penduduk sebanyak 240 juta, maka pelaku bisnis asing akan masuk ke Indonesia karena semakin dilindungi," ujarnya.Menurut Daryanto, sektor produksi yang akan dikuasai korporasi maka peran petani hanya akan menjadi buruh saja. "Seharusnya UU Pangan lebih melindungi posisi konsumen dan petani, bukan korporasi," ujarnya.Pihaknya juga mengkhawatirkan, ketika produk pangan dikuasai korporasi dan mekanisme pasar maka konsumen akan dirugikan dari sisi harga. Daryanto beranggapan, Pemerintah tidak bisa memasang badan terlebih dahulu untuk melindungi konsumen dan beralasan bahwa kenaikan harga tergantung mekanisme pasar. Daryanto mencontohkan, melalui UU pemerintah Amerika Serikat menetapkan harga komoditas selama lima tahun sehingga konsumen dan petani merasa terlindungi dan mendapat kepastian. Dalam hal ini, Pemerintah melindungi petani dan bertanggung jawab agar tidak terkena secara langsung akibat perubahan mekanisme pasar.Anggota Komisi IV DPR RI, Hermanto, mengatakan semangat lahirnya UU pangan didasarkan empat pilar yaitu kedaulatan, kemandirian, ketersediaan, dan ketahanan. "Empat pilar ini jelas, kedaulatan poin utamanya yang negara memiliki hak politik sendiri memutuskan penanganan pangan," ujarnya.Menurut Hermanto, dimana hak politik dalam bentuk kebijakan pangan berkaitan dengan sumber daya pangan di Indonesia untuk dioptimalkan dan dimanfaatkan. Sehingga Ia menilai, pemerintah harus memaksimalkan pemenuhan kebutuhan pangan dengan sumber-sumber pangan dari dalam negeri.Hermanto mengatakan, dari sisi implementasi pihak DPR akan mengawasi pemerintah, jangan sampai semangat UU Pangan tidak berjalan dengan baik dilapangan. Ia memastikan, UU Pangan secara hakikat harus bisa memberdayakan petani secara maksimal agar bisa sejahtera.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Amal Ihsan