KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah merevisi aturan yang memperbolehkan diskon harga rokok. Ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah menurunkan tingkat konsumsi (prevalensi) merokok di Indonesia yang terus meningkat. "Memang itu kebijakan ngawur. Racun, kok, diberikan diskon," tegas Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, Kamis (13/6). Tulus menjelaskan semangat pemerintah untuk menurunkan tingkat konsumsi rokok di Indonesia terganjal peraturan diskon tersebut. “Intinya tidak ada diskon-diskonan. Pemerintah mau meracuni rakyatnya?" kata dia.
Ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Saat PMK Nomor 146/2017 direvisi menjadi PMK 156/2018, ketentuan mengenai diskon rokok tidak diubah. Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai. Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai. Dengan demikian, konsumen mendapatkan diskon sampai 15 persen dari harga yang tertera dalam banderol. Aturan ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang melarang potongan harga produk tembakau. Sebelumnya peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan dari sudut pengendalian rokok, harga merupakan salah satu unsur paling penting. Semakin mahal semakin baik dan jika sebaliknya, semakin murah semakin sulit proses pengendaliannya. "Harga rokok itu harus mahal. Supaya tidak gampang dibeli siapa saja," kata dia. Abdillah merekomendasikan agar HTP rokok bisa dinaikkan minimal menjadi 95 persen dari harga banderol, bahkan Idealnya hingga 100 persen.
Di lapangan, praktik diskon masih lazim dijumpai. Misalnya, rokok Philip Morris Bold isi 12 batang yang merupakan produk PT HM Sampoerna Tbk, dijual Rp12.000 per bungkus. Padahal, harga banderolnya adalah Rp13.440 per bungkus. Contoh lain adalah diskon sigaret kretek mesin MLD. Harga yang tertulis di pita cukai dari produk PT Djarum ini adalah Rp17.920 per bungkus. Kenyataannya, rokok ini dapat dibeli dengan harga Rp16.000 per bungkus dengan isi 16 batang. Iklan diskon harga rokok dari produk MLD ini juga terpampang luas di billboard dan toko-toko di berbagai daerah. Sementara itu, GG Move dari PT Gudang Garam Tbk dibanderol Rp13.450 per bungkus. Di lapangan, rokok jenis sigaret kretek mesin isi 12 batang ini dijual Rp12.000 per bungkus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .