YLKI nilai pemberian akses data dukcapil ke Pinjol sudah kelewat batas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Staf Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo menuturkan bahwa kabar perusahaan fintech atau pinjaman online dapat mengakses data kependudukan dan catatn sipil (dukcapil) merupakan suatu langkah yang sudah kelewat batas.

Rio menyampaikan bahwa terdapat lima alasan yang mendasari bahwa hal tersebut kelewat batas.

Pertama, perusahaan fintech dinilai tidak bisa mengakses data selain 4 hal yang diperbolehkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yaitu lokasi, mikrofon, kamera, dan email.


Kedua, dapat mengakses data dukcapil juga dinilai sudah termasuk menyentuh ranah privat dan sangat berisiko tinggi akan kebocoran data lain calon nasabah.

Ketiga, Perusahaan fintech juga dinilai terlalu berlebihan jika mengakses data dukcapil, mengingat jumlah pinjaman konsumen yang relatif kecil tidak sebanding dengan data yang menjadi jaminan oleh pihak konsumen.

"Keempat, selama belum ada UU perlindungan data pribadi sangat berisiko tinggi data konsumen di salah gunakan," kata Rio saat dihubungi Kontan.co.id pada Minggu (14/6).

Kelima, Rio juga menjelaskan dalam memberikan data konsumen kepada pihak fintech, dukcapil harus meminta izin terlebih dahulu kepada konsumen.

Berdasarkan berita KONTAN sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan tidak ada pemberian data kependudukan terhadap Pinjol secara cuma-cuma. Hanya saja, ada pemberian hak atas akses data untuk melakukan verifikasi data Pinjol dengan data kependudukan berupa data Nomor Induk Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).

Sebagai informasi, Kemendagri dan beberapa perusahaan Pinjol sudah meneken nota kesepahaman. Kemendagri akan memberikan akses data kependudukan ke perusahaan pinjol, seperti PT Digital Alpha Indonesia alias UangTeman. Lalu ada PT Pendanaan Teknologi Nusa atau pendanaan.com, dan PT Ammana Fintek Syariah. Lalu, PT Visionet Internasional (OVO), PT Astrido Pasific Finance, dan PT Commerce Finance (ShopeePayLater).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fahriyadi .