JAKARTA. Belum juga intensifnya implementasi aturan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi mainan anak ditengarai tidak hanya lantaran jumlah produsen yang besar, melainkan juga kesiapan finansial para produsen. "SNI wajib itu perlu. Belum berjalan karena gini, standardisasi itu problemnya pelaku usaha banyak yang tidak siap, sama kayak sertifikasi halal," terang pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, dihubungi Kompas.com, Jumat (28/2). Banyak di antara produsen mainan anak adalah industri kecil menengah (IKM). Jika standardisasi mengacu pada standar yang diterbitkan atau diakui negara-negara Eropa (Euro area), Tulus, menilai industri dalam negeri akan sangat susah bersaing. "Jadi, harmonisasi itu jangan sampai jadi boomerang," lanjut Tulus. Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 tentang pemberlakuan standar nasional industri (SNI) Mainan Anak hingga per 10 Oktober 2013. Namun, produsen masih diberi tenggang waktu hingga awal Mei 2014. "Kita memahami, tidak mudah karena persebarannya luas dan pengusahanya juga beberapa skala kecil. Sehingga Kemendag memberikan tenggang waktu, bahwa pengawasan SNI wajib berlaku tapi pengawasan barang beredar baru akan kami lakukan per Mei 2014,” kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krishnamurti di Jakarta, Jumat (1/11). Bayu mengatakan, produsen yang barangnya sudah beredar sebelum 10 Oktober 2013, masih diberi kelonggaran hinggga Mei 2014. Namun bagi produsen mainan anak yang memproduksi barangnya setelah 10 Oktober 2013 sudah harus mengikuti ketentuan SNI tersebut. Adapun ketentuan terkait SNI mainan anak diantaranya yaitu mainan anak tidak boleh memiliki tepi tajam, mainan anak juga tidak boleh mengandung bahan yang dikategorikan setara formalin. Selain itu, mainan anak yang terpisah, harus disertai petunjuk jelas untuk memainkannya. “Mainan anak yang terpisah-pisah dalam ukuran sangat kecil, tidak boleh ditujukan untuk anak di bawah umur 3 tahun,” paparnya. (Estu Suryowati)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
YLKI: Problem SNI mainan seperti sertifikasi halal
JAKARTA. Belum juga intensifnya implementasi aturan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi mainan anak ditengarai tidak hanya lantaran jumlah produsen yang besar, melainkan juga kesiapan finansial para produsen. "SNI wajib itu perlu. Belum berjalan karena gini, standardisasi itu problemnya pelaku usaha banyak yang tidak siap, sama kayak sertifikasi halal," terang pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, dihubungi Kompas.com, Jumat (28/2). Banyak di antara produsen mainan anak adalah industri kecil menengah (IKM). Jika standardisasi mengacu pada standar yang diterbitkan atau diakui negara-negara Eropa (Euro area), Tulus, menilai industri dalam negeri akan sangat susah bersaing. "Jadi, harmonisasi itu jangan sampai jadi boomerang," lanjut Tulus. Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 tentang pemberlakuan standar nasional industri (SNI) Mainan Anak hingga per 10 Oktober 2013. Namun, produsen masih diberi tenggang waktu hingga awal Mei 2014. "Kita memahami, tidak mudah karena persebarannya luas dan pengusahanya juga beberapa skala kecil. Sehingga Kemendag memberikan tenggang waktu, bahwa pengawasan SNI wajib berlaku tapi pengawasan barang beredar baru akan kami lakukan per Mei 2014,” kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krishnamurti di Jakarta, Jumat (1/11). Bayu mengatakan, produsen yang barangnya sudah beredar sebelum 10 Oktober 2013, masih diberi kelonggaran hinggga Mei 2014. Namun bagi produsen mainan anak yang memproduksi barangnya setelah 10 Oktober 2013 sudah harus mengikuti ketentuan SNI tersebut. Adapun ketentuan terkait SNI mainan anak diantaranya yaitu mainan anak tidak boleh memiliki tepi tajam, mainan anak juga tidak boleh mengandung bahan yang dikategorikan setara formalin. Selain itu, mainan anak yang terpisah, harus disertai petunjuk jelas untuk memainkannya. “Mainan anak yang terpisah-pisah dalam ukuran sangat kecil, tidak boleh ditujukan untuk anak di bawah umur 3 tahun,” paparnya. (Estu Suryowati)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News