YLKI: Pungutan PPh pulsa, kartu perdana dan token akan memberatkan masyarakat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti terbitnya peraturan tentang penghitungan dan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) terkait penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/PMK.03/2021 yang berlaku mulai tanggal 1 Februari 2021.

Sekadar informasi, dalam pasal 2 PMK tersebut, penyerahan barang kena pajak (BKP) berupa pulsa dan kartu perdana oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi akan dikenai PPN. Pulsa dan kartu perdana yang dimaksud dapat berbentuk voucher fisik atau elektronik.

Penyerahan BKP berupa token oleh penyedia tenaga listrik juga akan dikenai PPN. BKP yang dimaksud berupa token. Token yang dimaksud merupakan listrik yang termasuk BKP tertentu yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Koordinator Pengaduan YLKI Sularsih mengatakan, penerbitan PMK tersebut dinilai tidak tepat waktunya mengingat saat ini kondisi di Indonesia sedang pandemi Covid-19 yang mana masyarakat merasakan hidup yang lebih susah dibandingkan waktu sebelumnya. Apalagi, objek yang dikenakan PPN kali ini sangat berkaitan dengan kebutuhan mendasar masyarakat.

“Token listrik itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tanpa ada PMK itu pun pengeluaran listrik rumah tangga sudah naik signifikan karena ada kebijakan work from home (WFH),” ujar dia, Jumat (29/1).

Baca Juga: Pemerintah bakal pungut pajak penjualan pulsa, kartu perdana, juga token listrik

Begitu pula dengan pulsa yang saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama pelajar yang harus menjalani sekolah secara daring. Pengeluaran pulsa di suatu keluarga dipastikan membengkak saat masa pandemi, apalagi jika anggota keluarga tersebut berjumlah banyak.

Pengawasan terhadap pungutan pajak pulsa dan kartu perdana juga masih menjadi pertanyaan. Pasalnya, penjualan pulsa atau kartu perdana dilakukan secara berjenjang, mulai dari produsen atau penyedia awal pulsa dan kartu perdana, kemudian distributor tingkat satu dan seterusnya, hingga ke penjual eceran dan konsumen akhir.

“Ketika pajak diberlakukan, konsumen akhir yang akhirnya menanggung semua,” imbuh Sularsih.

Dia menilai, pemerintah harus melakukan pertimbangan yang matang sebelum benar-benar memberlakukan PMK tersebut. Jika jadi diterapkan per 1 Februari mendatang, hal itu tentu akan sangat memberatkan bagi masyarakat di tengah kondisi daya beli yang belum pulih akibat dampak pandemi Covid-19.

“Sekalipun negara dalam kondisi kurang dana dan pemasukan pajak minim, kalau ini dilaksanakan rasanya kurang tepat,” tandas dia.

Selanjutnya: Ingat, selain pulsa dan token listrik, segala jenis voucer juga kena PPN, lo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari