YLKI Usul Adanya Perlindungan bagi Konsumen Maupun Pelaku Usaha Digital



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengusulkan Rancangan Undang - Undang (RUU) Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen untuk masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas pada tahun 2022.

Sekretaris Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mendukung usulan pemerintah agar RUU perlindungan konsumen masuk dalam prolegnas tahun ini.

YLKI melihat bahwa UU Perlindungan Konsumen yanga ada saat ini hanya mengatur transaksional yang sifatnya konvensional. Sementara saat ini arah ekonomi masyarakat Indonesia sudah mengarah ke digital.


Baca Juga: Pemerintah Usulkan 4 RUU Baru untuk Masuk Prolegnas Prioritas 2022

"Sebenarnya dari YLKI sudah mendorong dan mengusulkan cukup lama agar RUU perlindungan konsumen ini segera dibahas, mengingat saat ini kita masuk era manusia serba digital, sementara kita belum ada perlindungan konsumen kearah sana," terang Agus pada Kontan.co.id, Kamis petang (28/8).

Indonesia saat ini sedang menyiapkan sistem ekonomi digital, bukan hanya di lingkup pengusaha bahkan di lingkup pemerintah pun juga demikian.

Sehingga ini menjadi urgent untuk melakukan revisi UU perlindungan kosumen sesegera mungkin.

"Dan perlu memasukan point yang didalamnya memberikan perlindungan bagi konsumen maupun pelaku usaha digital untuk bertransaksi secara online di era semacam ini," terang Agus.

Selain itu dia juga berharap akan ada pasal yang mengatur untuk memberi perlindungan data pribadi konsumen di ruang digital.

Seperti yang kita tahu, bertransaksi di ruang digital tidak selalu aman, sering juga ada kasus bocornya data pribadi yang mungkin salah satunya disebabkan oleh kurang amanya perlindungan data pribadi milik konsumen di lingkup digital.

Baca Juga: Pemerintah minta revisi UU Cipta Kerja dan UU PPP jadi prioritas di 2022

Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly mengatakan, Revisi UU no. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mendesak dilakukan di tengah populernya kegiatan transaksi keuangan digital masyarakat.

"Revisi ini perlu mencangkup peran pihak ketiga yang berperan sebagai penghubung antara penjual dan konsumen, seperti ecommerrs yang sedang marak pada beberapa waktu terakhir," jelas Menteri Yasonna, Rabu (24/8).

Menteri Yasonna juga mengatakan, aturan yang ada saat belum selaras dalam hal mekanisme ganti rugi dan pelaporan. Oleh karenaya perlu ada revisi dalam UU 8 tahun 1999 untuk perlidungan konsumen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto