JAKARTA. Terlepas dari dinamika politik di tahun pemilu, ketidakpastian ekonomi global, serta pelemahan rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun lalu masih sanggup tumbuh 22,29%. Bahkan, secara umum, kinerja reksadana saham mengalahkan IHSG. Ini terlihat dari Infovesta Equity Fund Index yang naik 27,86% pada periode tersebut. Tentu, ini menggembirakan bagi investor reksadana saham. Bila kita telaah lebih jauh, sektor yang paling menguntungkan di tahun lalu adalah sektor properti. Indeks sektor ini tumbuh 55,76%. Setelah itu, menyusul sektor infrastruktur dengan pertumbuhan indeks 24,71% dan sektor konsumer yang indeksnya naik 22,21%. Adapun, kinerja sektor pertambangan jeblok. Indeksnya turun 4,22%.
Wajar bila kinerja reksadana tematik sejalan dengan indeks sektoral tersebut. Pasalnya, reksadana jenis ini menempatkan dana kelolaannya ke saham-saham sesuai dengan tema sektoral yang ditetapkan dalam kebijakan investasinya. Ambil contoh, TRAM Consumption Plus (TCOP) dan TRAM Infrastructure Plus (TRIP). Dua reksadana terbitan PT Trimegah Asset Management (TRAM) ini berhasil mencetak return masing-masing 34,52% dan 39,11%. Lalu, reksadana campuran Bahana Dana Infrastruktur (BDI) yang diluncurkan PT Bahana TCW Investment Management menghasilkan return 19,11% di 2014. Ini lebih baik ketimbang performa Infovesta Balanced Fund Index tahun 2014 yang cuma naik 16,91%. “Mungkin bisa lebih kalau kami investasi di saham bank, tapi, menurut kami, bank tidak termasuk sektor infrastruktur,” ujar Edward Lubis, Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management. Tidak selalu konsisten dengan tema Memang, tak semua reksadana tematik sepenuhnya memutar dananya di sektor yang jadi tema investasinya. “Tapi juga pada sektor pendukung lain yang masih sesuai tema,” jelas Yosua Zisokhi, analis PT Infovesta Utama. Tak heran, reksadana seperti ini masih bisa mencetak kinerja baik meski kinerja sektoral yang menjadi tema investasinya buruk. Lihat saja, Danareksa Mawar Komoditas 10 besutan PT Danareksa Investment Management (DIM). Reksadana ini mampu membukukan keuntungan 13,29%, tahun lalu. Padahal, saat itu, kinerja sektor komoditas, pertambangan maupun perkebunan, tak kinclong. Rupanya, kinerja reksadana ini tertolong oleh penempatan di sektor keuangan. “Kami melihat, sektor keuangan juga berperan penting di dalam sektor komoditi atau konsumer,” dalih Prihatmo Hari Mulyanto, Direktur Utama DIM, melalui surel. Bila dibedah lebih jauh, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) termasuk dalam lima besar aset dasar Danareksa Mawar Komoditas 10. Selain itu, ada saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Astra International Tbk (ASII), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Danareksa juga menerapkan strategi serupa pada produk reksadana tematiknya yang lain, yakni Danareksa Mawar Konsumer 10. Alhasil, reksadana ini berhasil membukukan return 26,83%, sepanjang tahun lalu. Alokasi terbesar reksadana ini justru berada di saham sektor keuangan, yakni 27,63%. Dua reksadana tematik milik Trimegah sebenarnya juga menerapkan strategi serupa. Sepanjang 2014, TRIP memutar 87,92% dana kelolaannya di saham sementara porsi penem-patan saham TCOP mencapai 94,81%. Namun, alih-alih didominasi sektor infrastruktur atau konsumer yang menjadi tema sentralnya, keduanya lebih banyak menempatkan di sektor finansial, seperti BBCA dan BBRI. “Kami diwajibkan menjaga porsi minimum big cap di portofolio, dan sektor perbankan memberikan kontribusi yang besar untuk hal tersebut,” jelas Like Kaawon, Direktur Trimegah Asset Management. Sektor infrastruktur dan konsumer masih oke Dengan mengangkat tema khusus, reksadana tematik memang punya keterbatasan di dalam penempatan dananya. Namun, para manajer investasi yang dihubungi KONTAN masih optimistis dengan prospek reksadana tematik kelolaan mereka masing-masing. Prihatmo yakin, Danareksa Mawar Konsumer 10 masih sangat prospektif. “Karena laporan produk domestik bruto (PDB) terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sektor konsumsi mengkontribusi lebih dari 50% PDB negara ini,” ujar Prihatmo.
Like menambahkan, sektor konsumser dan infrastruktur merupakan acuan ekonomi Indonesia. “Konsumsi mewakilkan demand, sedangkan infrastruktur mewakilkan supply,” kata dia. Dengan adanya potensi penambahan anggaran untuk infrastruktur, edukasi, dan kesejahteraan, ekonomi Indonesia bisa tumbuh kencang. Edward memperkirakan, sektor infrastruktur tumbuh setidaknya 12%–15%, tahun ini. Namun, Edward masih segan masuk ke sektor komoditas karena melihat prospeknya masih lesu. Prihatmo menilai, reksadana komoditas masih layak untuk investasi jangka panjang. Sebab, ia yakin, kinerjanya akan membaik jika ekonomi Amerika Serikat pulih. Anda tertarik dengan reksadana tematik? o Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ruisa Khoiriyah