Yuks, tengok desa warisan nenek moyang suku Sasak (3)



KONTAN.CO.ID - Menjadikan kampung adat sebagai desa wisata tenyata memiliki dampak ekonomi yang cukup signifikan bagi warganya. Hal itu pula yang dirasakan oleh warga suku Sasak di Desa Ende, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Meski masuk ke desa wisata Ende tak dipungut biaya, ada dampak ekonomi lain yang dirasakan warga.

Kadim, salah satu pemandu wisata sekaligus penduduk asli Desa Ende mengatakan, kini warga bisa menjual langsung hasil kerajinan atau hasil kebun langsung ke para wisatawan. Hasil kerajinannya seperti kain tenun khas Suku Sasak. Sedangkan, hasil kebun berupa buah-buahan seperti pisang, kelengkeng, pepaya dan kelapa hijau. “Lumayan, kami tak perlu jauh-jauh ke pasar,” ungkap Kadim.

Tak hanya bisa menjual hasil kerajinan langsung ke konsumen, desa wisata ini juga kerap mendapat uang komisi dari sejumlah agen wisata. Komisi tersebut dibagikan jika ada bentuk kerjasama antara agen perjalanan wisata dengan pengelola desa wisata. Kadim bilang, desanya kerap mendapat tawaran kerjasama dari agen perjalanan wisata, baik dari dalam Lombok maupun dari luar Lombok.


Meski kerap mendapat tawaran kerjasama, menurut penuturan Kadim, pihak pengelola Desa Ende tak pernah mematok tarif.  “Untuk besaran komisi yang mau dibagi ke kami itu terserah pihak agennya. Yang jelas kalau ada permintaan khusus, seperti ada pertunjukkan adat suku Sasak, kami akan siapkan,” tuturnya.

Beberapa pertunjukkan adat suku Sasak yang dapat dinikmati oleh para pengunjung Desa Ende antara lain gamelan gendang beleq, tari oncer, tari sere atau yang biasa disebut fighting stick dan musik genggong. Namun Kadim bilang, tak semua pertunjukkan bakal dikeluarkan bagi para pengunjung. Ada beberapa pertunjukkan tertentu yang sifatnya pesanan (by request).

“Seperti penyambutan di depan tadi, ada tari oncer dan gendang beleq itu biasanya permintaan khusus. Beberapa agen perjalanan wisata yang minta ke kami ada pertunjukkan itu. Kalau tari sere dan musik genggong memang pertunjukkan rutin Desa Ende,” tutur Kadim.

Menyambung soal tenun khas Suku Sasak, Akip, pemuda Desa Ende yang juga seorang pemandu wisata mengatakan jika semua kain tenun tersebut dibuat secara manual oleh para perempuan Suku Sasak. Keterampilan menenun adalah wajib hukumnya bagi perempuan Sasak. Semua perempuan Sasak wajib bisa menenun dan minimal bisa membuat selendang.

“Kalau perempuan Sasak belum bisa menenun, mereka tidak boleh menikah. Harus pintar tenun dulu baru bisa menikah. Bahkan kode perempuan Sasak agar segera dilamar biasanya dengan membuat selendang tenun untuk kekasihnya,” jelas Akip. Harga tenun khas suku Sasak dijual mulai Rp 50.000 sampai Rp 800.000 per buah, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan motif.      

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.