Yunani bersiap hadapi demonstrasi besar



ATHENA. Pesawat dan kereta api tertahan, toko-toko tutup, dan rumah sakit menyiapkan pekerja gawat daruratnya di Yunani. Hari ini, negeri para dewa itu menghadapi aksi mogok besar pertama sejak pemerintah koalisi terbentuk di Juni lalu.

Aksi itu merupakan inisiatif dua serikat pekerja terbesar yang mewakili separuh dari empat juta tenaga kerja. Pemogokan juga diperkirakan bakal membawa ribuan warga Yunani turun ke jalan.

Mereka akan memprotes babak lanjutan kebijakan moneter ketat Yunani yang dituntut oleh Uni Eropa dan IMF.


"Kebijakan baru itu tak bisa kami tanggung, tidak adil, dan hanya memperburuk krisis. Kami akan berjuang sampai kami menang,” tandas Costas Tsikrikas, pimpinan serikat pekerja pemerintah ADEDY. ADEDY mengadakan aksi protes ini bersama GSEE yaitu serikat pekerja perusahaan swasta di Yunani.

"Kami memanggil semua pekerja untuk bergabung menentang kebijakan yang dikenakan oleh troika,” imbuhnya.

Sekitar 3.000 polisi akan bersiap siaga di pusat Athena. Jumlah tersebut dua kali lipat jumlah polisi yang biasanya diturunkan menghadapi demo.

Athena bersiap menghadapi kemungkinan kerusuhan seperti yang pernah terjadi pada demo-demo sebelumnya. Yang terakhir adalah pada Februari silam, ketika massa membakar toko-toko dan bank sebagai respon atas keputusan parlemen yang menyetujui kebijakan pengetatan moneter itu.

Pada demo yang akan terjadi hari ini, Athena sudah mengantisipasinya. Kapal-kapal tak berlayar, museum dan monumen tidak buka.

Kemarahan serikat pekerja ditujukan pada pemangkasan belanja senilai hampir 12 miliar euro (US$ 15,55 miliar) dalam dua tahun yang dijanjikan Yunani kepada Uni Eropa dan IMF. Ini merupakan syarat agar Yunani menerima dana bailout yang berikutnya.

Pemangkasan itu akan dilakukan dari pemotongan gaji, pensiun, dan tunjangan sosial. Warga Yunani menganggap berkali-kali babak kebijakan uang ketat hanya menambah sengsara dan gagal memperbaiki negara itu.

Survey dari lembaga MRB pekan lalu menunjukkan, lebih dari 90% warga Yunani percaya bahwa rencana pemangkasan tidak adil dan memberatkan orang miskin. Ironisnya, mereka memperkirakan bahwa kebijakan ketat itu bakal terjadi bertahun-tahun ke depan.

Ini merupakan risiko yang harus mereka tanggung, karena pilihan lainnya adalah menghadapi kebangkrutan atau keluar dari zona Euro tanpa mendapat bantuan lebih lanjut. Pemerintah Yunani di bawah Perdana Menteri Antonis Samara juga tak punya banyak pilihan.

Yunani kini memasuki tahun kelima resesi, namun belum ada secercah cahaya pun yang memperlihatkan akhir kebijakan ketat. Para analis berkata, kesabaran Yunani makin tipis.

Kemarahan warga bakal mengempas koalisi pemerintahan di bawah partai konservatif.

“Apa yang ingin disampaikan orang-orang ke Samaras adalah bahwa mereka menderita. Samaras dapat menggunakan ini untuk meminta konsesi pada troika,” kata Direktur lembaga survei MRB Dimitris Mavros.

Editor: