Yunani, krisis tanpa akhir di Eropa



ATHENA. Lama tak terdengar kabarnya, bukan berarti kondisi ekonomi Yunani kian membaik. Dalam waktu dekat, Yunani harus kembali bernegosiasi dengan kreditur internasional.

Di satu sisi, kreditur Eropa meminta Yunani untuk mengimplementasikan kebijakan pemangkasan anggaran sebagai pertukaran untuk dana bailout baru. Sementara di sisi lain, pemerintah Yunani berupaya keras untuk menemukan keseimbangan antara menyenangkan rakyat yang telah memilih mereka dan tentu saja para kreditur.

Tanpa adanya dana segar, Yunani harus berjuang untuk membayar kembali utang kepada para krediturnya pada musim panas mendatang. Kondisi ini akan memunculkan kecemasan baru bahwa Athena akan mengalami gagal bayar alias default atas utangnya. Berdasarkan teori, hal ini akan membuat Yunani terlempar keluar dari Eropa.


"Kebuntuan kali ini dinilai sangat penting karena Yunani tidak mengimplementasikan seluruh persyaratan seperti kebijakan pemangkasan anggaran yang harus dilakukan pada program bailout," demikian kata seorang sumber yang enggan disebut namanya.

Terkait dengan kondisi ini, tingkat yield obligasi Yunani berjangka waktu dua tahun melaju mendekati level 10% pada Selasa (7/2) pagi. Ini merupakan level tertinggi sejak Juni tahun lalu, di mana terjadi ketegangan serupa antara Uni Eropa dan Yunani.

Sejumlah analis mengatakan, pergerakan harga obligasi kemarin dipengaruhi oleh perbedaan pendapat Badan Moneter Internasional (IMF) mengenai langkah apa yang tepat untuk Yunani.

Dalam delapan tahun terakhir, Yunani harus melakukan sejumlah penghematan anggaran dan reformasi untuk memperbaiki perekonomian mereka dan terus mendapatkan pinjaman bailout sehingga mereka bisa membayar utang-utangnya.

Dalam laporannya, IMF menulis bahwa mayoritas direktur IMF menyetujui Yunani tidak memenuhi konsolidasi fiskal pada saat ini, di mana Yunani ditargetkan harus mencetak surplus dalam jangka menengah sekitar 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara, sejumlah direktur lain menargetkan surplus 3,5% dari PDB pada 2018 mendatang.

Kendati demikian, kebuntuan saat ini lebih disebabkan ketidaksepakatan antara kreditur Eropa dengan Yunani. Kreditur Eropa menginginkan adanya reformasi pada pasar tenaga kerja Yunani dan pasar produk, sekaligus sektor energi dan surplus fiskal yang lebih tinggi. Sedangkan kreditur internasional lebih suka melonggarkan persyaratan kepada Negeri Para Dewa itu.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie