JAKARTA. Pakar hukum administrasi negara Yusril Ihza Mahendra, menilai jaksa pada kasus tuduhan kerugian negara dalam kerjasama Indosat dan IM2 di frekuensi 2.1 GHz telah salah langkah. Menurut Yusril, jaksa telah salah memahami aturan hukum, terutama hukum administrasi negara. Menurut Yusril, jaksa dalam kasus itu tidak pernah memperhatikan aspek administrasi negara terutama undang-undang telekomunikasi. Dia menyatakan, bisnis telekomunikasi sudah memiliki aturan tersendiri, yakni UU Nomor 36 Tahun 1999, sehingga tidak bisa begitu saja ditarik ke ranah pidana. "Jaksa tidak memperhatikan aspek administrasi negara, telekomunikasi diatur dalam Undang-Undang tersendiri," tegas Yusril kepada wartawan di Jakarta, Rabu (12/6).
Yusril menjelaskan, frekuensi telekomunikasi yang dipegang Indosat yang kemudian diberikan kepada Indosat Mega Media (IM2), sudah benar dan tidak menyalahi aturan. Sebab, Indosat telah mengikuti proses tender sehingga memiliki hak memakai frekuensi itu untuk kemudian disewakan ke pihak lain dalam hal ini IM2 sebagai penyelenggara jasa internet. "Kalau diberikan frekuensi tertentu sebagai satu perusaaan, dia kerjasama dengan pihak lain, itu sifatnya bukan menyerahkan tapi dia melakukan satu kerjasama, memanfaatkan frekuensi itu," tandas Yusril. Sebagai pemegang frekuensi, Indosat sudah membayar PNBP sehingga penyewa frekuensi itu tak perlu membayar lagi. Logika sederhananya, Yusril menjelaskan, seperti orang yang menyewa rumah kemudian dia tak dibebankan untuk bayar PBB, cukup si pemilik saja. Yusril mengatakan, penerimaan negara bukan pajak itu tidak serta-merta dapat ditagih. Itu juga baru dapat ditagih jika sudah ditetapkan peraturan pemerintah. PP soal frekuensi juga belum ada. Kalau PP belum dikeluarkan, sementatara Indosat sendiri sudah dikenakan PNBP, maka IM-2 tidak perlu bayar. Begitu frekuensi diberikan, Indosat punya hak ekslusif. “Jadi kalau dikatakan IM2 tidak bayar PNBP memang tidak perlu bayar. Jika Indosat dan IM2 bayar PNBP justru akan jadi dobel dan malah dipertanyakan," tandas Yusril. Dia menegaskan, kasus Indosat memiliki kemiripan dengan Sisminbakum. Karena akses fee Sisminbakum bukan PNBP, tidak ada acuan dari peraturan pemerintah. Alhasil, uang itu tetap milik swasta. Ahli hukum dari Universitas Indonesia Dian Puji Nugraha Simatupang sebelumnya menyatakan, dalam kasus IM2, seharusnya jaksa tidak hanya melihat dari unsur pidana.
"Karena sistem hukum ada tiga, yakni pidana, administrasi, dan perdata. Sebab kasus IM2 menyangkut juga soal administrasi negara dan Tata Usaha Negara, kenapa prosedur itu tidak dilakukan terlebih dulu, kalau misalnya memang ada utang yang dibayarkan," kata Dian. Menurut Dian, dalam kasus IM2, unsur-unsur yang didakwakan jaksa tidak terpenuhi. Dari segi hukum, tambahnya, regulator telekomunikasi yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah jelas-jelas menyatakan tidak ada peraturan yang dilanggar dalam kerjasama Indosat dan IM2 dalam penyelenggaraan 3G di kanal 2.1 GHz. Seharusnya Surat Menkominfo jadi dasar bahwa tidak ada kerugian negara dalam perkara ini. Dian juga menyatakan, kasus IM2 bukan perkara pidana, melainkan perkara administrasi terkait Penerimaan Negara Bukan pajak (PNBP). “Bila regulator sendiri menyatakan tidak ada kewajiban yang perlu dibayarkan, lalu dimana persoalannya? Dari segi teori hal ini tidak rasional,” kata Dian. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan