Yusril: Soeharto lebih tegas soal aksi mata-mata



JAKARTA. Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra menegaskan pemerintah Indonesia bersikap terlalu lunak terhadap Australia. "Pemerintah RI sekarang ini begitu lembek sikapnya terhadap negara asing yang menginjak-injak kehormatan kita sebagai sebuah bangsa," kata Yusril dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd. Selain itu Yusril menambahkan pemanggilan Dubes Australia yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri RI dinilainya sebagai koordinasi yang tidak jelas. "Saya kira sang Dubes dipanggil untuk di briefing mengenai sikap RI yang mengutuk penyalahgunaan fasilitas diplomatik untuk kegiatan spionase," imbuhnya. Sikap ini, lanjut Yusril, sangat berbanding terbalik dengan sikap Presiden Soeharto yang tegas terhadap Uni Sovyet pada akhir tahun 1970an. "Waktu itu sejumlah diplomat Uni Soviet melakukan kegiatan mata-mata, termasuk staf penerbangan Airofolt, namun pemerintah Suharto mengusir diplomat Soviet tersebut dan minta negaranya mengurangi jumlah diplomatnya di Jakarta," kenangnya. Untuk diketahui, berdasarkan dokumen Snowden yang dikutip dari ABC dan Guardian pada Senin (18/11), menunjukkan intelijen Australia telah menyadap pembicaraan telepon SBY. Selain itu, intel Australia juga melacak aktivitas telepon genggam SBY selama 15 hari di bulan Agustus 2009. Data itu berasal dari Agen Intelijen Elektronik Australia (Defence Signal Directorate sekarang berubah menjadi Australia Signals Directorate). Tidak hanya itu, berdasarkan laporan tersebut, penyadapan juga ditujukan bagi pejabat dan orang dekat SBY, seperti Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, Juru Bicata Presiden Dino Patti Djalal dan Andi Mallarangeng. Selain itu Australia juga menyadap Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, Menko Ekuin Sri Mulyani, Menko Polhukam Widodo AS, dan Menteri BUMN Syofyan Djalil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan