Berbekal hasrat yang besar untuk mempertahan mainan tradisional, Muhammad Zaini menggagas terbentuknya Komunitas Hong. Bersama komunitas yang terdiri dari 70 orang ini, ia memainkan permainan tradisional bersama wisatawan yang berkunjung ke markasnya. Zaini pun membentuk koperasi untuk anggota komunitas dan warga sekitar.Muhammad Zaini Alif gundah. Permainan masa kini perlahan menggusur permainan tempo dulu, yang kerap ia mainkan bersama teman-temannya. Kegundahan Zaini, begitu ia biasa dipanggil, membulatkan tekadnya untuk kembali menghidupkan berbagai mainan tradisional, khususnya permainan asli dari daerah Jawa Barat yang merupakan tanah kelahirannya. Mulai mengumpulkan berbagai literatur tentang mainan asli Jawa Barat sejak 1996, Zaini lantas membentuk Komunitas Hong tahun 2004. Ini adalah kumpulan orang yang suka dengan berbagai permainan tradisional. Dosen Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ini bercerita, tak mudah menemukan asal berbagai permainan tradisional. Ia harus memasuki berbagai pelosok desa di Jawa Barat selama hampir empat tahun. "Untuk mengetahui dan memainkan permainan tersebut, kami harus mempunyai bekal. Padahal, sulit sekali mencari narasumber, bahkan tak ada satu pun buku yang bercerita tentang permainan itu," ucapnya. Saat ini, Komunitas Hong telah memiliki anggota berjumlah 70 orang, yang terdiri dari 50 anak-anak dan sisianya adalah orang tua. Permainan tradisional yang dimainkan pun lebih banyak. Tak hanya congklak, egrang, dan kelom batok, pria 36 tahun ini juga telah menemukan berbagai permainan tradisional dari wilayah lainnya, seperti Jawa Tengah dan Lampung. Semua permainan itu dimainkan oleh anggota Komunitas Hong di arena permainan yang bernama Pakarangan Ulin Dago Pakar, Bandung. Beragamnya jenis permainan tradisional di komunitas itu pun menjadi daya tarik wisatawan. Pengunjung Pekarangan Ulin Dago Pakar pun datang dari berbagai kalangan. "Banyak sekolah dari tingkat TK hingga universitas yang datang untuk menyaksikan dan mencoba permainan tradisional yang kami mainkan," ujar pria yang mendapat penghargaan dari Negara Inggris sebagai pendiri Komunitas terbaik di Indonesia.Ia menjelaskan, Pakarangan Ulin Dago Pakar hanya dapat menampung maksimal seratus orang. Tiap orang akan dikenakan tarif sebesar Rp 50.000 sekali masuk. Mereka mempunyai waktu hingga lima jam untuk memainkan beberapa permainan tradisional itu.Pada hari-hari biasa, pengunjung arena permainan seluas 560 m² itu bisa mencapai 1.000 orang tiap bulan. "Jika musim libur tiba, jumlah pengunjung bisa mencapai berlipat hingga 5.000 orang," kata Zaini. Ia mengklaim respon positif bukan hanya diterima oleh pengunjung lokal saja. Buktinya, wisatawan asing sering terlihat ikut dalam beberapa permainan tradisional ini. Turis asing itu datang ke markas permainan tradisional itu antara lain berasal dari Korea, Jepang, Inggris dan Italia. Selain mengedepankan unsur seni dan budaya, pria yang juga dianugerahi gelar Inspirasi Indonesia oleh beberapa media ini juga mengusung misi sosial yang sangat mulia. "Mulai tahun 2010, kami membuat Lumbung Rereongan untuk mengelola pemasukan dari pengunjung yang datang," tandasnya. Lumbung Rereongan ini adalah semacam koperasi yang diperuntukkan untuk anggota-anggota Komunitas Hong. Pengelolaan dana lewat koperasi tersebut sebagian besar digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anak sekitar wilayah yang mengikuti permainan tersebut. Selain itu, "Dana yang ada juga digunakan untuk menyambung pendidikan anak-anak yang putus sekolah di desa ini," ungkap Zaini. Ia mengatakan, pelestarian permainan tradisional ini jadi memiliki manfaat untuk untuk anak-anak di lingkungannya. Selain menambah pengetahuan tentang permainan tradisional, mereka juga menghasilkan pendapatan sendiri. Ya, tak seperti mainan masa kini, seperti Playstation, Nitendo, atau game online yang justru memerlukan uang untuk memainkannya. Dengan permainan tradisional ini, anak-anak pun tak perlu membuang uang orang tuanya. Zaini masih memiliki banyak rencana untuk terus melestarikan permainan tradisional ini. Selain terus melakukan workshop ke beberapa daerah, ia juga berniat mendirikan museum yang menyimpan serta memamerkan koleksi beberapa perangkat mainan ini. Selain untuk melanggengkan permainan tradisional, musem ini juga bisa menggaet lebih banyak pengunjung. "Kami telah membuat olimpiade permainan tradisional se-Jawa Barat yang rutin. Kami pun berencana membuat jambore mainan tradisional yang skalanya lebih besar," jelasnya.Untuk mengembangkan wawasan serta usaha ini, Saat ini, Zaini sedang meneliti permainan tradisional di 29 negara di seluruh dunia, seperti Jepang, Singapura, Malaysia, India. "Saya mencari kebenaran dari teori yang menyebutkan sekitar 300 permainan tradisional di tiap negara memiliki persamaan," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Zaini mendongkrak pamor daerah lewat permainan tradisional
Berbekal hasrat yang besar untuk mempertahan mainan tradisional, Muhammad Zaini menggagas terbentuknya Komunitas Hong. Bersama komunitas yang terdiri dari 70 orang ini, ia memainkan permainan tradisional bersama wisatawan yang berkunjung ke markasnya. Zaini pun membentuk koperasi untuk anggota komunitas dan warga sekitar.Muhammad Zaini Alif gundah. Permainan masa kini perlahan menggusur permainan tempo dulu, yang kerap ia mainkan bersama teman-temannya. Kegundahan Zaini, begitu ia biasa dipanggil, membulatkan tekadnya untuk kembali menghidupkan berbagai mainan tradisional, khususnya permainan asli dari daerah Jawa Barat yang merupakan tanah kelahirannya. Mulai mengumpulkan berbagai literatur tentang mainan asli Jawa Barat sejak 1996, Zaini lantas membentuk Komunitas Hong tahun 2004. Ini adalah kumpulan orang yang suka dengan berbagai permainan tradisional. Dosen Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ini bercerita, tak mudah menemukan asal berbagai permainan tradisional. Ia harus memasuki berbagai pelosok desa di Jawa Barat selama hampir empat tahun. "Untuk mengetahui dan memainkan permainan tersebut, kami harus mempunyai bekal. Padahal, sulit sekali mencari narasumber, bahkan tak ada satu pun buku yang bercerita tentang permainan itu," ucapnya. Saat ini, Komunitas Hong telah memiliki anggota berjumlah 70 orang, yang terdiri dari 50 anak-anak dan sisianya adalah orang tua. Permainan tradisional yang dimainkan pun lebih banyak. Tak hanya congklak, egrang, dan kelom batok, pria 36 tahun ini juga telah menemukan berbagai permainan tradisional dari wilayah lainnya, seperti Jawa Tengah dan Lampung. Semua permainan itu dimainkan oleh anggota Komunitas Hong di arena permainan yang bernama Pakarangan Ulin Dago Pakar, Bandung. Beragamnya jenis permainan tradisional di komunitas itu pun menjadi daya tarik wisatawan. Pengunjung Pekarangan Ulin Dago Pakar pun datang dari berbagai kalangan. "Banyak sekolah dari tingkat TK hingga universitas yang datang untuk menyaksikan dan mencoba permainan tradisional yang kami mainkan," ujar pria yang mendapat penghargaan dari Negara Inggris sebagai pendiri Komunitas terbaik di Indonesia.Ia menjelaskan, Pakarangan Ulin Dago Pakar hanya dapat menampung maksimal seratus orang. Tiap orang akan dikenakan tarif sebesar Rp 50.000 sekali masuk. Mereka mempunyai waktu hingga lima jam untuk memainkan beberapa permainan tradisional itu.Pada hari-hari biasa, pengunjung arena permainan seluas 560 m² itu bisa mencapai 1.000 orang tiap bulan. "Jika musim libur tiba, jumlah pengunjung bisa mencapai berlipat hingga 5.000 orang," kata Zaini. Ia mengklaim respon positif bukan hanya diterima oleh pengunjung lokal saja. Buktinya, wisatawan asing sering terlihat ikut dalam beberapa permainan tradisional ini. Turis asing itu datang ke markas permainan tradisional itu antara lain berasal dari Korea, Jepang, Inggris dan Italia. Selain mengedepankan unsur seni dan budaya, pria yang juga dianugerahi gelar Inspirasi Indonesia oleh beberapa media ini juga mengusung misi sosial yang sangat mulia. "Mulai tahun 2010, kami membuat Lumbung Rereongan untuk mengelola pemasukan dari pengunjung yang datang," tandasnya. Lumbung Rereongan ini adalah semacam koperasi yang diperuntukkan untuk anggota-anggota Komunitas Hong. Pengelolaan dana lewat koperasi tersebut sebagian besar digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anak sekitar wilayah yang mengikuti permainan tersebut. Selain itu, "Dana yang ada juga digunakan untuk menyambung pendidikan anak-anak yang putus sekolah di desa ini," ungkap Zaini. Ia mengatakan, pelestarian permainan tradisional ini jadi memiliki manfaat untuk untuk anak-anak di lingkungannya. Selain menambah pengetahuan tentang permainan tradisional, mereka juga menghasilkan pendapatan sendiri. Ya, tak seperti mainan masa kini, seperti Playstation, Nitendo, atau game online yang justru memerlukan uang untuk memainkannya. Dengan permainan tradisional ini, anak-anak pun tak perlu membuang uang orang tuanya. Zaini masih memiliki banyak rencana untuk terus melestarikan permainan tradisional ini. Selain terus melakukan workshop ke beberapa daerah, ia juga berniat mendirikan museum yang menyimpan serta memamerkan koleksi beberapa perangkat mainan ini. Selain untuk melanggengkan permainan tradisional, musem ini juga bisa menggaet lebih banyak pengunjung. "Kami telah membuat olimpiade permainan tradisional se-Jawa Barat yang rutin. Kami pun berencana membuat jambore mainan tradisional yang skalanya lebih besar," jelasnya.Untuk mengembangkan wawasan serta usaha ini, Saat ini, Zaini sedang meneliti permainan tradisional di 29 negara di seluruh dunia, seperti Jepang, Singapura, Malaysia, India. "Saya mencari kebenaran dari teori yang menyebutkan sekitar 300 permainan tradisional di tiap negara memiliki persamaan," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News