KONTAN.CO.ID - SHENZHEN. Produsen peralatan telekomunikasi China, ZTE Corp kembali berada di bawah tekanan otoritas Amerika Serikat (AS). Reuters (11/12), melaporkan bahwa pemerintah AS tengah menyiapkan penyelesaian hukum yang membuat ZTE membayar denda lebih dari US$ 1 miliar, bahkan bisa mencapai US$ 2 miliar terkait dugaan praktik suap di sejumlah negara. Kasus ini menambah panjang daftar sengketa hukum ZTE di AS. Pada 2017, perusahaan mengaku bersalah atas ekspor ilegal produsk Amerika ke Iran dan membayar US$ 892 juta. Setahun kemudian, ZTE kembali tersandung karena memberikan informasi yang tidak akurat kepada Departemen Perdagangan AS. Pelanggaran itu membuat pemerintah AS menjatuhkan larangan ekspor komponen dan perangkat lunak kepada ZTE, langkah yang sempat memaksa perusahaan menghentikan sebagian besar operasinya. Larangan tersebut baru dicabut setelah ZTE menyetor US$ 1 miliar tambahan di bawah pemerintahan Donald Trump yang saat itu tengah bernegosiasi dagang dengan Beijing. Kini, kasus serupa kembali mencuat.
ZTE Terancam Denda Baru US$ 2 Miliar
KONTAN.CO.ID - SHENZHEN. Produsen peralatan telekomunikasi China, ZTE Corp kembali berada di bawah tekanan otoritas Amerika Serikat (AS). Reuters (11/12), melaporkan bahwa pemerintah AS tengah menyiapkan penyelesaian hukum yang membuat ZTE membayar denda lebih dari US$ 1 miliar, bahkan bisa mencapai US$ 2 miliar terkait dugaan praktik suap di sejumlah negara. Kasus ini menambah panjang daftar sengketa hukum ZTE di AS. Pada 2017, perusahaan mengaku bersalah atas ekspor ilegal produsk Amerika ke Iran dan membayar US$ 892 juta. Setahun kemudian, ZTE kembali tersandung karena memberikan informasi yang tidak akurat kepada Departemen Perdagangan AS. Pelanggaran itu membuat pemerintah AS menjatuhkan larangan ekspor komponen dan perangkat lunak kepada ZTE, langkah yang sempat memaksa perusahaan menghentikan sebagian besar operasinya. Larangan tersebut baru dicabut setelah ZTE menyetor US$ 1 miliar tambahan di bawah pemerintahan Donald Trump yang saat itu tengah bernegosiasi dagang dengan Beijing. Kini, kasus serupa kembali mencuat.