AFPI Jaga Industri Fintech Lending Terus Berkembang Positif di Tengah Pandemi Covid-19


JAKARTA, 23 September 2020 – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) aktif menjaga industri fintech peer to peer (P2P) lending terus berkembang positif di tengah pandemi COVID-19. Hal ini seiring semakin maraknya aktivitas penawaran dari fintech illegal yang merugikan masyarakat seiring tingkat kebutuhan akses dana masyarakat semakin tinggi akibat pandemi, juga meningkatkan rasio kredit bermasalah yang tercermin dalam tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) industri fintech P2P lending.

Seiring dengan itu, AFPI kembali mengingatkan masyarakat bahwa penawaran pinjaman online melalui short message system (SMS) atau pesan singkat adalah praktik dari pelaku fintech illegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan di era digital, tawaran pinjaman online melalui SMS semakin marak, apalagi di saat pandemi COVID-19 saat ini. Bisa dipastikan, tawaran lewat SMS ini adalah dari pelaku fintech illegal (tidak terdaftar di OJK). Jenis tawarannya dengan iming-iming yang menggiurkan dan akhirnya akan merugikan masyarakat.

“Pelaku fintech ilegal mengincar masyarakat yang saat ini kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang akibat pandemi untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif. Padahal pinjaman fintech ilegal ini sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga yang tinggi, jangka waktu pinjaman pendek dan mereka selalu meminta untuk mengakses semua data kontak di handphone. Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan. Waspada dan jangan mudah tergiur,” ucap Adrian melalui keterangan tertulisnya, Rabu (23/9).

Fintech peer to peer (P2P) lending yang sudah terdaftar di OJK dilarang untuk menawarkan produk atau promosi melalui pesan singkat SMS. Hal ini diatur dalam Peraturan OJK nomor 07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dalam Pasal 19 disebutkan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi yang bersifat personal (email, short message system (SMS), dan voicemail) tanpa persetujuan konsumen.

Adrian menjelaskan, setiap penyelenggara fintech lending anggota AFPI dalam setiap penawaran atau promosi, wajib mencantumkan atau menyebutkan nama dan logo penyelenggara serta pernyataan terdaftar di OJK. Hal ini diatur dalam Pasal 35 Peraturan OJK No.77/2016. Bahkan dalam pasal 48 disebutkan Penyelenggara (fintech lending) wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi yang telah ditunjuk oleh OJK, yakni AFPI.

“Selain itu dalam proses penyaluran pinjaman, fintech lending terdaftar OJK juga didukung oleh asuransi pinjaman serta menggunakan system credit scoring yang sudah teruji, seperti Pefindo, untuk menganalisis dan verifikasi pinjaman,” kata Adrian.

Fintech illegal tercatat semakin marak. Satgas Waspada Investasi (SWI) jumlah total fintech peer to peer lending ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018 s.d. Juni 2020 sebanyak 2591 entitas. Pada Juni 2020 saja, SWI menemukan 105 fintech P2P lending illegal yang menawarkan pinjaman ke masyarakat melalui aplikasi dan pesan singkat SMS di telepon genggam.

Untuk memastikan status izin penawaran produk jasa keuangan yang diterima, masyarakat dapat menghubungi Kontak OJK 157 melalui nomor telepon 157 atau layanan whatsapp 081 157 157 157 atau email konsumen@ojk.go.id dan waspadainvestasi@ojk.go.id. Atau kunjungi website OJK https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-technology/Pages/-Penyelenggara-Fintech-Terdaftar-dan-Berizin-di-OJK-per-14-Agustus-2020.aspx.

Kredit Bermasalah Meningkat

Otoritas Jasa Keuangan mencatat pada Juli 2020, tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) di atas 90 hari industri fintech P2P lending tercatat naik, yakni 7,99% sehingga Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB) menjadi 92,01%. Tren peningkatan TWP secara signifikan mulai terjadi pada Maret 2020. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas pembayaran, sehingga terjadi peningkatan rasio kredit bermasalah, semakin tinggi TWP, maka TKB semakin rendah.

Adrian mengatakan peningkatan rasio kredit bermasalah atau TWP di industri fintech P2P lending ini adalah wajar, ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas pembayaran, karena banyak nasabah atau perusahaan mengalami penurunan pendapatan seiring pandemi.

“Penurunan kualitas pembayaran bukan hanya terjadi di industri fintech lending, tetapi juga di lembaga jasa keuangan lainnya seperti perbankan dan multifinance. Hal ini seiring dengan imbas pandemi corona. Namun dengan TKB 92% dan TWP di bawah 8% masih dibatas wajar industri fintech lending. Inilah yang perlu tetap dijaga agar kualitas pembayaran tetap baik,” kata Adrian.

Ketua Bagian Humas dan Kelembagaan AFPI, Tumbur Pardede mengatakan dengan TWP di bawah 8% masih dapat dikatakan dalam rentang terkendali, dan menjadi tugas asosiasi dan seluruh anggota penyelenggara fintech P2P lending untuk menjaga agar tidak menyentuh di atas rentang ini.

“Sesuai ciri khas industri fintech lending, yakni memiliki artificial intelligent dengan credit scoring yang dinamis, yang bergerak langsung berubah sesuai profil konsumen terkini. Sejalan dengan meningkatnya nilai penyaluran pinjaman, maka rasio kredit bermasalah atau TWP akan membaik,” ujar Tumbur.

Dia menambahkan disburshment atau penyaluran pinjaman dari para anggota AFPI berkurang dibandingkan kondisi sebelum pandemi. Outstanding pinjaman per Juli 2020 menjadi Rp 11,93 triliun atau turun 11,69% dari posisi awal tahun yakni Januari 2020 yang masih Rp 13,51 triliun.

Bandingkan dengan outstanding pinjaman periode Juli 2019 yang tumbuh 53,26% dari posisi Januari 2019. Dari sisi akumulasi pinjaman, per Juli 2020 tercatat Rp 116,97 triliun, atau naik 32,36% dari posisi Januari 2020 yang masih Rp 88,37 triliun. Peningkatan akumulasi pinjaman periode Juli 2020 ini lebih kecil ketimbang akumulasi periode Juli 2019 yang sebesar 91,48% dari posisi Januari 2019.

“Industri fintech lending mengalami tantangan akibat pandemi COVID-19, adalah kewajiban bersama asosiasi dan anggota untuk bersama-sama menjaga pertumbuhan positif industri ini agar perannya meningkatkan akses pendanaan kepada  masyarakat underbanked akan terus meningkat,” ujar Tumbur.

Maret 2020

April 2020

Mei 2020

Juni 2020

Juli 2020

TKB

95,78%

95,07%

94,90%

93,87%

92,01%

TWP

4,22%

4,93%

5,1%

6,13%

7,99%

Pinjaman

Jan 2019

Juli 2019

Growth

Jan 2020

Juli 2020

Growth

Oustanding

Rp 5,69 T

Rp 8,73 T 

53,26%

Rp 13,51 T

Rp11,93 T   

-11,67%

Akumulasi

Rp26 T 

Rp49,79 T 

91,48%

Rp 88,37 T

Rp116,97 T    

32,36%

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Tentang AFPI

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) merupakan organisasi yang mewadahi pelaku usaha Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau Fintech Pendanaan Online di Indonesia. AFPI ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai asosiasi resmi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia, berdasarkan surat No. S-5/D.05/2019.

Didalam Fintech P2P Lending sendiri terdiri dari tiga jenis penyelenggara pendanaan online, yakni Fintech P2P Pendanaan Produktif, Fintech P2P Pendanaan Multiguna dan Fintech P2P Pendanaan Syariah. AFPI dibentuk dari kesadaran bahwa harus ada perlindungan bagi para pengguna layanan Fintech P2P Lending, baik peminjam maupun pemberi pinjaman.

AFPI menyiapkan Posko Pengaduan Layanan Pendanaan Online yang dapat diakses dengan menghubungi call center di 150 505  (bebas pulsa) di jam kerja, Senin - Jumat pukul 08.00 – 17.00 WIB, juga email: pengaduan@afpi.or.id. Website: www.afpi.or.id.

Editor: Marketing Exabytes
Publisher