Industri Pengolahan Kopi Semakin Prospektif


Indonesia memiliki peluang dalam pengembangan industri pengolahan kopi, karena selain punya pasar yang besar, juga didukung dengan potensi bahan baku. Oleh karena itu, diperlukan upaya strategis, seperti hilirisasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan peningkatan kapasitas produksi.

“Indonesia adalah negara produsen biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia dengan produksi rata-rata sekitar 700 ribu ton per tahun atau sekitar 9% dari produksi kopi dunia. Maka itu, biji kopi yang diolah di dalam negeri terus kami pacu,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim di Jakarta, Kamis (3/10).

Menurut Rochim, dengan didorong oleh pertumbuhan kelas menengah dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia, kinerja industri pengolahan kopi di dalam negeri mengalami peningkatan yang signifikan. “Contohnya, kita melihat roastery, cafe dan warung atau kedai kopi berkembang pesat, baik di kota besar maupun kota kecil,” tuturnya.

Melalui perkembangan tersebut, Indonesia yang awalnya dikenal sebagai produsen kopi, perlahan berkembang menjadi negara konsumen kopi. Bahkan, industri pengolahan kopi nasional tidak hanya menjadi pemain utama di pasar domestik, tetapi juga telah merambah sebagai pemain global.

“Ekspor produk kopi olahan memberikan pemasukan kepada devisa yang cukup besar pada tahun 2018, dengan mencapai USD579,98 juta atau meningkat 19,1% dibanding tahun 2017,” ungkap Rochim. Ekspor produk kopi olahan dari Indonesia yang didominasi produk kopi instan, ekstrak, esens dan konsentrat kopi, telah menembus ke sejumlah pasar mancanegara di ASEAN, China, dan Uni Emirat Arab.

Kemenperin juga mencatat, perdagangan produk kopi olahan pada tahun 2018 mengalami surplus lebih dari USD420 Juta. Surplus perdagangan produk kopi olahan tahun 2018 meningkat 10,28% dari surplus tahun 2017.

“Dengan potensi pasar di dalam dan luar negeri yang masih terus berkembang, kami gencar memacu kinerja industri pengolahan kopi nasional agar bisa lebih berdaya saing global. Apalagi, sektor ini termasuk dalam kelompok industri makanan dan minuman, yang mendapat prioritas pengembangan sesuai dengan peta jalan Making Indonesia 4.0,” paparnya.

Adapun kebijakan pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri yang telah dijalankan, antara lain melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) seperti barista, roaster, penguji cita rasa (cupper). Kemudian, peningkatan nilai tambah biji kopi di dalam negeri dan peningkatan mutu kopi olahan utamanya kopi sangrai (roasted bean) melalui penguasaan teknologi roasting,.

“Kami juga mendorong pengembangan standar produk melalui SNI dan standar kompetensi kerja (SKKNI). Kami berharap di masa depan, Indonesia menjadi eksportir utama produk kopi olahan di Asia dan dunia. Apalagi, minum kopi telah menjadi gaya hidup masyarakat saat ini,” imbuhnya.

Rochim menambahkan, Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbaik dunia berdasarkan keragaman indikasi geografisnya. Saat ini, telah terdaftar 31 indikasi geografis kopi di Indonesia dan masih terus bertambah. “Indonesia juga dikenal sebagai negara yang membudidayakan kopi varietas arabika, robusta, dan liberika,” sebutnya.

Potensi IKM kopi

Pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih mengungkapkan, potensi industri kecil dan menengah (IKM) olahan kopi di dalam negeri didukung dengan 13 sentra produksi kopi yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, antara lain di Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua dengan total sebanyak 476 unit usaha.

“Oleh karena itu, produksi kopi nasional masih berpeluang besar untuk terus ditingkatkan, termasuk sektor IKM. Dengan potensi bahan baku yang sangat besar, perlu terus dikembangkan agar menghasilkan produk olahan yang bernilai tambah tinggi, termasuk untuk memenuhi pasar ekspor,” tegas Gati. Sejak 2013-2017, volume ekspor kopi Indonesia rata-rata mencapai 458 ribu ton per tahun.

“Pemerintah terus mendorong diversifikasi produk industri untuk mengisi pasar ekspor produk olahan melalui penyiapan SDM kompeten serta meningkatkan penguasaan pengembangan inovasi teknologi pangan, efisiensi proses pengolahan dan penjaminan mutu produk,” tandasnya.

Terkait potensi kopi di Indonesia, Gati menyebutkan, pihaknya mendukung Provinsi Jambi sebagai tuan rumah perayaan Hari Kopi Internasional 2019. Saat ini, Jambi telah mempunyai dua indikasi geografis yang terdaftar untuk kopi, yaitu Kopi Arabika Sumatera Koerintji dan Kopi Liberika Tungkal Jambi yang dikenal mempunyai citarasa yang khas.

“Perayaan yang dilakukan setiap tahun ini bertujuan untuk merayakan budaya dan gaya hidup minum kopi yang sudah mengakar kuat di masyarakat Indonesia,” terangnya. Selain itu, perayaan tersebut dilakukan untuk memberikan semangat dan apresiasi kepada petani kopi melalui gerakan peningkatan pendapatan petani, peningkatan produktivitas dan kualitas kopi nusantara.

Selanjutnya juga untuk mempromosikan peningkatan konsumsi kopi di dalam negeri dan menggairahkan ekspor produk kopi Indonesia ke pasar internasional. “Perayaan Hari Kopi Internasional ini pada akhirnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh pelaku pada rantai nilai perkopian Indonesia dari petani, industri sampai dengan penyedia jasa retail kopi,” ujarnya.

Selain Jambi, Provinsi Bengkulu juga salah satu penghasil kopi yang cukup besar dengan rata-rata 56,88 ribu ton per tahun dari jenis kopi robusta dan arabika. “Kami juga mendukung Bengkulu terpilih sebagai tuan rumah perayaan Hari Kopi Internasional pada tahun depan yang akan berlangsung di bulan Oktober 2020 nanti,” tuturnya.

Menurut Gati, Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam “segitiga emas” kopi, bersama Lampung dan Sumatera Selatan. “Khususnya jenis robusta. Dari rasanya, kopi Bengkulu pun sudah diakui enak,” imbuhnya.

Bengkulu menjadi tempat bagi 66.999 petani kopi di 10 kabupaten/kota, dan 64.632 petani penanam kopi robusta. Hasil produksinya mencapai 55.168,9 ton (per tahun 2016). Sementara untuk kopi arabika, jumlah petaninya sekitar 2.367 petani, dengan hasil produksi 1.506 ton.

Melalui potensi yang dimiliki, membuat Pemprov Bengkulu berencana mengadakan Konferensi Kopi Dunia. Saat ini, di Bengkulu, terdapat 146 pemilik usaha kopi yang masuk kategori sektor IKM.

Editor: Administrator 3