Pada acara
Intelligent Industry Automation Seminar yang diadakan oleh Intel dan Adlink di Hotel Pullman Thamrin Jakarta, PT Cinovasi Rekaprima, perusahaan konsultan industri 4.0, Kamis (04/10/2018) menjelaskan bahwa adopsi teknologi digital dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya, meningkatkan kualitas produk, serta meningkatkan kapasitas untuk melakukan inovasi. Saat ini hampir seluruh kegiatan manusia berhubungan dengan internet dan digital.
Era
Industrial Revolution 3.0 (IR3.0) sarat dengan penggantian sistem dan perangkat secara besar-besaran untuk mewujudkan otomasi dalam proses produksi di pabrik. Sedangkan era
Industrial Revolution 4.0 (IR4.0), menurut laporan dan kajian McKinsey, diperkirakan membutuhkan 40 – 50% penggantian sistem dan perangkat baru, sedangkan sebagian lainnya dianggap telah terhubungkan atau setidaknya memiliki akses ke ranah digital.
Dalam IR4.0, industri dapat melakukan penggantian secara parsial, yang dilanjutkan dengan memperkuat upaya-upaya dalam menginterkoneksikan dan mengintegrasikan: manusia, proses, teknologi, dan data (MPTD). Bahkan sebaliknya, industri dapat memulai dengan interkoneksi dan integrasi MPTD terlebih dahulu, yang dilanjutkan dengan penggantian secara parsial atas sistem dan perangkat. Pilihan yang diambil dapat diselaraskan dengan prioritas bisnis maupun kondisi aktual masing-masing.
Menurut Cinovasi, gerak langkah yang menjadi kunci dalam IR4.0 adalah upaya dan inovasi untuk memanfaatkan dan mengolah ‘
sustainable freemium’ untuk menjadi elemen-elemen produktif sehingga memberikan nilai bagi industri dan masyarakat serta generasi mendatang.
Sustainable freemium merupakan sumber-sumber daya yang baru dan dapat terbarukan. Sinar matahari, angin, dan aliran air adalah contoh-contoh sumber daya yang dimaksud. Tidak ketinggalan pula material-material yang dapat didaurulang, maupun yang berasal dari bahan daur ulang, yang mulai digunakan sebagai material-material untuk produksi.
Data merupakan sumber daya sekaligus juga aset industri yang berada di mana-mana. Data memiliki karakteristik dapat digunakan kembali (
non-depletable), tidak mengalami penurunan nilai (
non-degradable), dan dapat digunakan untuk sepanjang waktu (
durable). Dalam perspektif tertentu, dapat dilihat bahwa sebenarnya industri sedang ‘duduk di atas tambang emas’ data.
Dalam era IR4.0 ini, kecanggihan dan ketersediaan teknologi, dapat diarahkan untuk mengumpulkan data sebagai
sustainable freemium, mengolahnya, dan menghasilkan produk-produk informasi untuk kebutuhan industri, dan pada gilirannya untuk masyarakat.
“Data yang diambil secara otomatis dan
real time akan mengurangi adanya
human error karena
manual entry sehingga tentunya akan mengurangi waktu yang dibutuhkan. Ketersediaan data dalam bentuk digital juga memudahkan kolaborasi karena dapat diakses melalui berbagai
interface seperti
smartphone,
laptop,
tablet, dan sebagainya. Hal ini juga memudahkan bisnis dalam melakukan analisa dan perencanaan, bahkan ke depannya dapat menunjang
intelligent manufacturing dan
predictive maintenance atau rekomendasi sistem atas perawatan mesin,” kata Fajar Wantah, Chief Business Development Cinovasi pada acara
Intelligent Industry Automation Seminar tersebut.
“Data yang dapat disimpan bisa berasal dari proses awal, ketika bahan mentah atau
raw material kita terima, hingga proses produksi itu sendiri termasuk
packaging, serta distribusi dan penjualan,” imbuh Fajar.
Selain a
utomated data capture, dibutuhkan juga
automated data processing menggunakan sistem berbasis digital, yang memberikan kapabilitas pengolahan dan penyimpanan data yang berkali lipat dibandingkan yang berbasis
hardcopy,
spreadsheet, ataupun sistem basis data ‘
stand alone’.
“Untuk menampilkan data dari mesin serta melakukan kontrol mesin, seorang operator lapangan dapat menggunakan teknologi misalnya SCADA (
Supervisory Control & Data Acquisition). Seorang supervisor dapat melihat antrian
work order dalam proses, melalui Kanban
dashboard. Dan dari semua output yang dihasilkan proses manufaktur, analisa datanya dapat juga dilihat melalui aplikasi
Enterprise Resource Planning (ERP). Selanjutnya,
automated information production, memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menghasilkan analisis-analisis statistik yang sederhana maupun kompleks, sehingga dapat memberikan pemahaman yang mendalam,
business insights, agar industri dapat analisa terhadap rantai material, proses produksi, dan
channel distribusi serta dan penjualan,” lanjut Fajar.
Cinovasi telah berpengalaman di berbagai industri untuk solusi
Information Technology (IT),
Automation atau
Operational Technology (OT), maupun
Internet of Things (IOT). Dalam industri manufaktur, Cinovasi telah melakukan sekian banyak pekerjaan, baik dalam hal perancangan dan implementasi instrumentasi serta
Distributed Control System (DCS), dalam integrasi vertikal dari mesin sampai dengan ERP, dan dalam integrasi horizontal dari proses produksi ke proses distribusi.
“Kini Cinovasi dapat memberikan solusi Nova Mixed Reality (NA.M.I.), suatu solusi berbasis teknologi
augmented reality, yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kerja personil-personil industri, sekaligus sebagai perangkat untuk menghadirkan dan memvisualisasikan data,” jelas Fajar.
“Langkah awal dari perubahan ke arah transformasi digital, bisa melalui elemen manapun. Awal perubahan bisa dimulai dari manusia-nya, proses-nya, solusi teknologi-nya,
data model maupun arsitekturnya, serta
framework integrasi dan interkonektivitasnya. Satu perubahan akan dan perlu diikuti dengan perubahan lainnya, agar menjadi perubahan besar yang simultan, sehingga membawa industri selangkah demi selangkah sehingga semakin
smart,” lanjut Fajar mengakhiri.
Mengenai Cinovasi: Cinovasi Rekaprima adalah perusahaan teknologi Indonesia yang dibangun sejak Tahun 2007. Berangkat dari kegemaran untuk mengeksplorasi serta melakukan inovasi teknologi di Industrial Automation System dan Information Technology, Cinovasi Rekaprima berkembang terus dan memiliki karyawan lebih dari 120 orang serta kantor di 5 kota besar yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Dubai. Editor: Luciana Budiman