Klaim Label dan Iklan Pangan yang "Menyesatkan Konsumen"


Jakarta, 18 Oktober 2017, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengadakan Focussed Group Discussion (FGD) dengan Topik Klaim Label Dan Iklan Pangan Yang “Menyesatkan Konsumen”, hari ini Rabu (18/10/2017) di Hotel Acacia Jakarta. Hal ini dilakukan karena informasi merupakan hak konsumen yang harus diterima secara utuh sebelum memutuskan memilih barang dan/atau jasa yang diperlukan.

Jakarta, 18 Oktober 2017, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengadakan Focussed Group Discussion (FGD) dengan Topik Klaim Label Dan Iklan Pangan Yang “Menyesatkan Konsumen”, hari ini Rabu (18/10/2017) di Hotel Acacia Jakarta. Hal ini dilakukan karena informasi merupakan hak konsumen yang harus diterima secara utuh sebelum memutuskan memilih barang dan/atau jasa yang diperlukan.

Beberapa hal mendasar terkait informasi label dan iklan pangan yaitu konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa (khususnya informasi kebenaran label dan iklan produk pangan). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan dan regulasi terkait dengan ketentuan informasi label dan iklan pangan. Perlu dikaji lebih mendalam apakah telah dilaksanakan dengan baik oleh produsen/pelaku usaha.

Setiap orang dilarang memuat keterangan yang tidak benar atau menyesatkan dan pemerintah mengatur, mengawasi dan melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan atau pernyataan yang tidak benar, sebagaimana Pasal 104 UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan jo Pasal 44 PP No. 69 tahun 1999 tentang Label Iklan Pangan.

Pengertian benar dan tidak menyesatkan berarti kalimat yang digunakan pada label dan iklan hendaknya diartikan sama, baik oleh pemerintah untuk keperluan pengawasan, kalangan produsen untuk keperluan persaingan yang sehat, maupun oleh konsumen untuk keperluan menentukan pilihannya.

“Permasalahan umum tentang label dan iklan pangan adalah klaim yang dapat menyesatkan konsumen terutama mengenai keterangan kandungan gizi dengan memakai istilah-istilah seperti rendah kolesterol, kaya vitamin, low energy, no added sugar, without added sugar, atau no sugar added, dan klaim-klaim lainnya yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya’, Ujar Ardiansyah.

BPKN telah menyampaikan beberapa Rekomendasi pada tahun 2013 kepada BPOM terkait Iklan Produk Pangan, kepada Menteri Kesehatan terkait Pengawasan Iklan Produk Pangan, dan kepada Menteri Perdagangan terkait Peraturan Turunan UUPK 1999 tentang Iklan.

Kepada BPOM, diminta agar : (1) Pengawasan produk pangan dilakukan sebagaimana dilakukan pengawasan produk obat dan (2) BPOM agar melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan lain dalam pengawasan iklan produk pangan.

Kepada Menteri Perdagangan, Agar segera menyusun peraturan Pemerintah dan atau Peraturan Menteri yang menjadi turunan dari pasal-pasal dalam UUPK 1999 khususnya yang terkait periklanan.

Rizal, Koordinator Komisi Advokasi BPKN menambahkan, “BPKN memandang bahwa pengaturan dan pengawasan iklan dan label pangan harus terus ditingkatkan dan dijamin telah berjalan secara efektif sebagaimana amanah Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan jo PP PP No. 69 Th 1999 tentang Label Iklan Pangan. Masih dijumpai adanya label dan iklan pangan yang diduga tidak benar, tidak jelas dan tidak jujur sehingga dapat menyesatkan konsumen. Perlu pembinaan dan pengawasan serta pemberian sanksi yang tegas terhadap produsen/pelaku usaha yang terbukti melanggarnya”.

Nuri Andarwulan, Kepala Southeast Asiaan Food & Agricultural Science & Technology Center Institut Pertanian Bogor (IPB) menambahkan “Prinsip umum label pangan mencantumkan: Mandatory Labelling yaitu mudah dibaca, jelas terlihat dan tidak disembunyikan (Codex Standard)”. Berkaitan dengan iklan, Nuri juga menyebutkan bahwa “prinsip umum iklan pangan baik penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan/atau media yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan, turut bertanggungjawab terhadap isi iklan yang tidak benar, serta iklan dilarang mendiskreditkan produk pangan lainnya”.

Dikesempatan yang sama Tetty Sihombing Direktur Inspeksi dan sertifikasi pangan BPOM menambahkan bahwa “semua pangan olahan dapat diiklankan setelah mendapat ijin edar dari BPOM, dengan syarat informasi dalam iklan harus sesuai dengan label yang disetujui, iklan harus memuat keterangan yang benar dan tidak menyesatkan”. Terkait pengawasan label pangan dilakukan pada tahap Pre-Market melalui penilai terhadap label atau penandaan serta Post-Market melalui pengawasan label terkait ketentuan label dan kesesuaian dengan registrasi. Sedangkan untuk pengawasan iklan dilakukan sebelum dipublikasikan dan setelah dipublikasikan.

Pelanggaran terhadap ketentuan terkait label diberikan sanksi administrsi berupa denda, penghentian sementara dari produksi dan/atau peredaran, penarikan pangan dari peredaran oleh produsen, ganti rugi, dan/atau pencabutan izin untuk produsen pangan lokal. Sedangkan untuk pangan impor diwajibkan mengeluarkan dari dalam wilayah NKRI atau memusnahkan pangan yang di impor.

Sanksi pidana sesuai UU 18/2012 tentang Pangan disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan dapat di pidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 6 milyar rupiah’.

Sesuai data BPOM tentang Pengawasan Label Pangan periode tahun 2012 s/d 2016 (Data s/d Tri Wulan II), menunjukkan terjadi perbaikan Pemenuhan Kriteria Label Pangan ditandai dengan penurunan label yang tidak memenuhi kriteria 37,68% pada tahun 2012 menjadi 18,57% pada tahun 2016. Sedangkan Pelanggaran Terhadap Iklan Pangan masih cukup besar dengan kisaran 35-50%.

Rahmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Kebijakan Publik GAPPMI menambahkan “pelaku usaha wajib mengikuti semua aturan yang berlaku, tidak memasarkan produknya dengan klaim dan/ atau iklan yang tidak benar serta dapat menyesatkan konsumen. Pelaku usaha juga harus pro aktif melakukan kontrol dilapangan apabila terjadi penyimpangan”.

“BPKN berkomitmen utk pro-aktif dalam mengembangkan upaya perlindungan konsumen terkait label dan iklan pangan yang berpotensi menyesatkan konsumen, bersama dengan BPOM, pelaku usaha, LPKSM, Kementerian/Lembaga akan mengawasi penggunaan label dan iklan pangan yang tidak sesuai dengan regulasi, mendorong pelaku usaha bersama-sama melakukan sosialisasi dan edukasi konsumen, serta mendorong upaya pengawasan peredaran pangan”, Pungkas Ardiansyah.

Editor: Administrator 3
Publisher