Lantik Pejabat Eselon I dan II, Menperin Minta Segera Tancap Gas


Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melantik empat pejabat eselon I dan lima pejabat eselon II di lingkungan Kementerian Peridustrian. Pelantikan ini bertujuan untuk memacu kompetensi pribadi dan kinerja institusi serta mempercepat pelaksanaan tugas-tugas prioritas Kemenperin baik di bidang operasional maupun pengawasan.

“Proses pengisian jabatan ini dilakukan melalui mekanisme panitia seleksi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan pelaksanaannya telah mendapat persetujuan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),” kata Menperin dalam sambutannya pada pelantikan tersebut di Jakarta, Selasa (21/11).

Pejabat eselon I yang menduduki jabatan baru dalam proses rotasi, yaitu Harjanto yang sebelumnya Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) menjadi Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), serta I Gusti Putu Suryawirawan yang sebelumnya Dirjen ILMATE menjadi Dirjen KPAII.

Selanjutnya, Soerjono yang sebelumnya Inspektur Jenderal menjadi Staf Ahli bidang Penguatan Struktur Industri, dan Imam Haryono yang sebelumnya Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) menjadi Staf Ahli bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Sementara itu, pada jajaran eselon II yang dilantik, yakni Supriadi sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro, Fridy Juwono sebagai Sekretaris Direktorat Industri Kimia, Tesktil, dan Aneka, Liliek Widodo sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal, Dadi Marhadi sebagai Inspektur I, serta R. Janu Suryanto sebagai Inspektur IV.

Pada kesempatan tersebut, Menperin menegaskan kepada pejabat yang dilantik agar dapat segera menyesuaikan dengan jabatan barunya. “Setelah itu langsung tancap gas,” ujarnya.Hal ini lantaran mereka harus berperan aktif untuk segera melakukan langkah-langkah percepatan sertamengevaluasi terhadap target kinerja yang telah ditetapkan guna tercapainya sasaran pembangunanindustri nasional.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, pembangunan industri nasional diarahkan pada tiga sasaran utama. Pertama, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Kedua, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Dan, ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

“Tahun 2018 adalah tahun yang sangat penting, karena kita perlu mempercepat target pemerintah yang telah dicanangkan agar dapat dicapai pada tahun 2019. Tentunya ini akan menjadi fokus utama kita,” papar Airlangga.

Beberapa program yang perlu segera diselesaikan pihaknya, antara lain upaya memanfaatkan perkembangan teknologi digital untuk penerapan industri 4.0 di berbagai area, mobil pedesaan, mobil lsitrik, e-smart IKM, pembangunankawasan industri khususnya di luar pulau Jawa, serta program pendidikan vokasi yang link and match dengan dunia usaha industri.

Oleh karena itu, Menperin meminta kepada seluruh jajaran pimpinan dan staf di lingkungan Kemenperin untuk berkomitmen dan terus semangat dalam upaya membangun peningkatan kinerja industri nasional yang telah digariskan. “Semoga dapat dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi,” tuturnya.

Peningkatan kinerja industri

Meperin juga meyampaikan, saat ini menjadi momentum yang baik untuk meningkatkan kinerja dan daya saing industri nasional. Hal ini karena mulai maraknya perluasan usaha yang dilakukan oleh para investor di Indonesia seiring upaya pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif.

“Kuartal kemarin, industri baja menjadi trigger pertumbuhan. Tentunya sektor ini menjadi andalan yang sustainable. Apalagi kita punya basis resources-nya. Oleh karena itu, kami terus dorong investasinya,” kata Airlangga.

Kemudian, sektor yang mampu unggul dan berpotensi terus tumbuh, yaitu industri makanan dan minuman (mamin) serta industri elektronika. “Industri mamin pemainnya sudah cukup banyak, mulai dari tingkat kabupaten, bahkan mereka sudah ada yang go international,” terangnya.

Sedangkan, industri elektronika berpeluang karena saat ini sudah memasuki era digital. “Jadi, internet of everything ini mendorong industri elektronika akan tumbuh besar, terutama untuk perlalatan-peralatan sensor ataupun penerapan di fasilitas-fasilitas manufacturing,” ungkapnya.

Menurut Airlangga, penguatan industri di sektor hilir akan memacu pendapatan negara lebih stabil. “Semakin banyak kita membuat barang yang ke arah hilir, itu berarti ketergantungan kepada komoditas impor menjadi turun,” terangnya. Hilirisasi industri mampu memberikan efek luas bagi perekonomian nasioal, antara lain peningkatan pada nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa.

“Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional dan turut memacu pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya sebagai penyumbang terbesar terhadap PDB, industri juga mampu memberikan kontribusi signifikan melalui setoran pajak,” paparnya.

Di tengah pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN, Indonesia perlu bersinergi dengan negara-negara di kawasan tersebut seperti Thailand dan Vietnam. “Kedua negara ini bisa kita jadikan benchmark. Misalnya, di sektor otomotif, Thailand memiliki industri komponen yang banyak, sedangkan Indonesia punya domestik market lebih kuat.  Apabila disinergikan, daya saing kita semakin meningkat,” ujarnya.  

Dengan Vietnam, Indonesia bisa membidik untuk menjadi tujuan pasar ekspor dan penguatan rantai pasok tingkat regional bagi industri nasional. Apalagi Vietnam termasuk negara yang telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Eropa dan Amerika Serikat.

“Ada lebih dari 50 perusahaan Indonesia yang investasi di sana, dan menjadi bagian dari packaging untuk consumer product mereka,” tuturnya. Bahkan, produk dari industri mamin nasional banyak digemari konsumen di Vietnam. Ini mendorong pelaku industri lokal untuk ekspansi di negara-negara ASEAN.

Menariknya, menurut Menperin, Thailand juga tengah gencar menjalankan program pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match dengan industri. Pembangunan politeknik pun menjadi program prioritas. “Selain itu, jika industri membangun vokasi di Thailand, akan diberikan fasilitas insentif fiskal sebesar 200 persen. Untuk mendorong R&D atau inovasi, mereka berikan insentif 300 persen. Jadi, insentifnya lebih jelas, di sana sangat efektif,” ungkapnya.

Editor: Administrator 3
Publisher