10 negara ini memberikan upah per jam tertinggi di dunia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana penerapan skema upah per jam menjadi isu yang hangat dibahas sepanjang pekan ini. Ada yang setuju, namun ada juga yang menolaknya. Pengusaha menyambut hangat rencana upah per jam.

Alasannya, skema tersebut akan memicu produktivitas pekerja. Namun para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak skema upah per jam karena dinilai akan merugikan buruh.

KSPI pun dengan lantang menyebut, Indonesia belum mampu menerapkan sistem upah per jam meskipun banyak negara-negara telah menerapkannya.


Baca Juga: KSPI: Jika sistem upah per jam terealisasi, ratusan juta pekerja kena PHK

Sementara itu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, skema pembayaran upah per jam dalam RUU Cipta Lapangan Kerja hanya untuk pekerja jasa dan pekerja paruh waktu.

"Jadi itu salah terima. Kalau yang perjam itu misalnya konsultan yang dibayar per jam jadi lebih ke pekerja jasa atau pekerja paruh waktu," ujarnya di Jakarta, Jumat (27/12/2019).

"Misalnya kerja di restoran itu kan bisa digaji paruh waktu, jadi itu diakomodir di dalam UU berubah jadi gaji per jam," sambung Airlangga.

Baca Juga: Skema upah per jam disiapkan untuk pekerja di bawah 35 jam per minggu

Sementara itu, ia memastikan pekerja biasa tetap mendapatkan gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP). "Kalau gaji tetap UMP. Kalau pabrik tetap gaji bulanan. (Jadi) bukan (buat PNS dan buruh). Kalau pekerja rutin ya upahnya bulanan," tutur dia.

Sebenarnya sejumlah negara sudah lebih dulu menerapkan skema upah per jam. Lantas negara mana yang memberikan per jam dengan nilai minimum tertinggi?

Baca Juga: Berdasarkan omnibus law, korban PHK akan dapat insentif setara 6 bulan gaji

Luksemburg memiliki upah minimum tertinggi di dunia US$ 13,78 atau setara Rp 192.000 per jamnya. Upah minimum naik 20% untuk individu yang digolongkan sebagai pekerja terampil berusia mulai 18 tahun atau lebih. Gaji atau upah minimum di sana, disesuaikan dengan biaya hidup di Luksemburg.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie