3 Alasan Mengapa Gelombang Covid-19 Terbaru China Memicu Kepanikan Global



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Kasus Covid-19 China mengalami lonjakan besar Covid-19 setelah pemerintah setempat mencabut kebijakan nol Covid-19 pada bulan lalu.

Kini, banyak negara yang khawatir tentang penyebaran Covid-19 di China. Sebagai salah satu bukti, sudah belasan negara di dunia yang memberlakukan pembatasan atas masuknya pelancong dari Negeri Panda itu. 

Sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, memperkenalkan kembali tes negatif COVID-19 pra-penerbangan untuk orang yang terbang dari Tiongkok. 


Negara lainnya, seperti Jepang dan Italia, mewajibkan pengujian pada saat kedatangan dan karantina bagi mereka yang dinyatakan positif.  

Satu negara, Maroko, bahkan telah memutuskan untuk melarang masuknya semua pelancong yang datang dari China secara langsung dalam langkah yang akan mulai berlaku pada hari Selasa. 

Reuters memberitakan, juru bicara kementerian luar negeri China Mao Ning mengatakan, pembatasan masuk COVID-19 beberapa negara yang menargetkan China tidak memiliki dasar ilmiah dan tidak masuk akal. 

Baca Juga: PPKM Dicabut, Tak ada Pembatasan Bagi Wisatawan China

"Kami dengan tegas menentang praktik semacam itu" dan akan mengambil tindakan yang sesuai," tegasnya.

Lantas, mengapa gelombang Covid-19 China membuat masyarakat dunia panik?

Mengutip NDTV, ini tiga alasan mengapa melonjaknya kasus Covid-19 China memicu kekhawatiran dunia:

1. Data yang tidak dapat diandalkan

Beijing telah mengakui skala wabah menjadi hal yang sulit untuk dilacak setelah aturan wajib pengujian massal dicabut pada bulan lalu.

Komisi Kesehatan Nasional telah berhenti menerbitkan statistik infeksi dan kematian nasional setiap hari.

Tanggung jawab itu telah dialihkan ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC), yang hanya akan menerbitkan angka sebulan sekali setelah China menurunkan protokol manajemen penyakitnya pada 8 Januari 2023.

China hanya melaporkan 15 kematian akibat Covid sejak mulai melonggarkan pembatasan pada 7 Desember 2022, tak lama setelah itu mempersempit kriteria pencatatan kematian akibat virus.

Tentu saja, hal ini memicu kekhawatiran bahwa gelombang infeksi tidak tercermin secara akurat dalam statistik resmi.

Baca Juga: Daftar 14 Negara yang Menerapkan Pembatasan Masuk Bagi Pelancong dari China

Pihak berwenang pun mengakui pada minggu lalu bahwa skala data yang dikumpulkan "jauh lebih kecil" daripada ketika tes PCR massal wajib dilakukan.

Pejabat CDC Yin Wenwu mengatakan pihak berwenang sekarang sedang mengumpulkan data dari survei rumah sakit dan pemerintah daerah serta volume panggilan darurat dan penjualan obat demam.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie