AFPI menilai perlunya regulasi berbentuk undang-undang terkait fintech



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai perlunya regulasi berbentuk undang-undang (UU) terkait fintech untuk mendukung pertumbuhan industri agar mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Salah satunya yang mengatur bahwa hanya fintech lending berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dapat beroperasi dan menutup akses pinjaman online atau fintech illegal beroperasi.

Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko meminta kepada Komisi XI DPR RI untuk mempertimbangkan payung hukum dengan UU tersendiri. Ia bilang bila sulit dengan UU fintech, bisa juga menyisipkan di Omnibuslaw.

“Kami hanya ingin ada peraturan yang mengatur bahwa hanya fintech berizin yang boleh beroperasi. Anggota kami yang masih berstatus terdaftar, agar segera mengurus proses perizinan OJK. Hal ini agar tidak ada celah bagi pihak pinjol atau fintech illegal bermain, jika tetap beroperasi, pinjol illegal ini melakukan tindak pidana,” ujar Sunu saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ri pada Kamis (14/1).


Lanjtunya, saat ini AFPI mengidentifikasi bahwa pinjol atau fintech ilegal dengan berbagai karakteristiknya ini merugikan industri dan masyarakat. Ia bilang pinjol ilegal ini tidak terdaftar dan tidak diawasi OJK dengan bunga atau biaya pinjaman yang tak terbatas.

Baca Juga: Ini batas maksimal restrukturisasi pinjaman P2P lending yang terdampak Covid-19

Sunu menjelaskan AFPI terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk Google untuk menutup akses pinjol illegal. Namun Google butuh dasar hukumnya. “Itulah sebabnya kita butuh regulasi berbentuk UU untuk mengatur industri fintech. Saat ini yang menjadi tantangan bersama industri adalah mengedukasi dan sosialisasi ke masyarakat untuk berhati-hati akan keberadaan Pinjol atau fintech illegal,” kata Sunu.

Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan ditengah pembiayaan fintech pendanaan terus ditingkatkan, AFPI tetap mendorong semua fintech pendanaan untuk menjaga kestabilan tingkat kredit bermasalah (NPL) atau tingkat wanprestasi pengembalian (TWP), meskipun ada tren meningkat akibat pandemi.

Pembiayaan fintech pendanaan juga sudah mulai kembali ke kondisi semula sebelum pandemi. Apalagi pada kuartal IV-2020 pencairan pendanaan sudah pada kondisi tertinggi sepanjang fintech pendanaan beroperasi selama 4 tahun.

Editor: Handoyo .