Agar kesepakatan investasi listrik dari Korsel tidak kontradiksi, ini kata asosiasi:



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lawatan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan (Korsel) beberapa waktu lalu membuahkan sejumlah kesepakatan bisnis. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut, kesepakatan bisnis yang diperoleh bernilai hingga US$ 6,2 miliar atau setara Rp 91,76 trilun (kurs Rp 14.800).

Sebagaimana yang diberitakan Kontan.co.id, Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong menyampaikan bahwa kunjungan Presiden Jokowi kali ini berbuah penandatanganan 15 nota kesepahaman, dan 6 komitmen investasi yang sifatnya business to business (B-to-B) antara sektor swasta Indonesia dan Korea Selatan.

Sektor energi, khususnya ketenaga listikan, menjadi satu diantaranya. Dari 15 nota kesepahaman B-to-B yang ada, setidaknya ada lima kesepakatan bisnis di sektor kelistrikan.


Rinciannya, Pertama, Engineering, procurement, construction dalam proyek Jawa 9 dan 10 (2x1.000 MW) senilai US$ 3 miliar yang dikerjakan oleh Doosan Heavy Industry & Construction bersama PT. Indo Raya Tenaga. 

Kedua, pengembangan PLTA Teunom 2 dan 3 di Aceh Jaya, Aceh, senilai US$ 800 juta oleh Hyundai Engineering bersama PT Terregra Asia Energy Tbk. Ketiga, pengembangan PLTA Pongkeru 50 MW di Luwu Timur, Sulsel, senilai US$ 300 juta oleh Korea Midland Power, Hyundai Engineering, POSCO E&C dan PT Sulindo Putra Timur. 

Keempat, Pengembangan PLTA Peusangan 4 di Bireun, Aceh oleh Hyundai E&C, Korea South East Power dan PT Wijaya Karya (Persero) senilai US$ 430 juta. Kelima, pengembangan PLTA Samarkilang 77 Megawatt (MW) di Bener Meriah, Aceh senilai US$ 300 juta oleh Korea Midland Power, Lotte E&C dan PT Bener Meriah Electric Power.

Dalam soal investasi ketenaga listrikan, Asosiasi Produsen Listrik Seluruh Indonesia (APLSI) menyambut positif atas kerjasama tersebut. Namun, APLSI tak menampik jika adanya kesan kontradiksi antara investasi ketenaga listrikan dengan penundaan sejumlah proyek ketenaga listrikan sebesar 15.200 MW.

Editor: Handoyo .