Aksi merger perusahaan besar marak terjadi akhir-akhir ini, simak pandangan Indef



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi merger perusahaan dengan nilai jumbo masih marak terjadi di Indonesia sekalipun dalam masa pandemi Covid-19.

Baru-baru ini, Kementerian BUMN hendak melakukan merger seluruh BUMN kepelabuhan yaitu PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV. Rencana ini diharapkan dapat terealisasi pada tahun 2021. Ketika merger terwujud, maka total aset dari seluruh BUMN kepelabuhan tersebut mencapai Rp 112 triliun.

Sebelumnya, ada PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI telah merampungkan proses mergernya pada Februari lalu. BSI terbentuk dari tiga bank syariah milik Himbara yakni Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah.


Perusahaan BUMN lain, yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk dan PT Pertamina Gas (Pertagas) juga terlibat dalam aksi merger pada 2018 lalu. Usai merger, PGN kini menjadi bagian dari subholding gas PT Pertamina (Persero).

Baca Juga: Aset bank syariah makin gemuk di tengah pandemi

Dari perusahaan swasta, publik pernah diramaikan oleh merger dua perusahaan raksasa di bidang teknologi, yaitu Gojek dan Tokopedia yang terjadi pada pertengahan Mei lalu. GoTo pun digadang-gadang akan melakukan IPO usai merger tersebut terealisasi.

Selain itu, dua perusahaan telekomunikasi, PT Indosat Tbk dan Hutchison 3 Indonesia juga santer dikabarkan akan merger. Rencana merger kedua perusahaan ini sempat mengalami pemunduran jadwal. Dalam catatan Kontan, Ooredoo Group, induk usaha Indosat dan CK Hutchison Holdings Ltd, induk Tri, setuju untuk kembali memperpanjang periode eksklusivitas MoU terkait merger hingga 23 September 2021 nanti.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, aksi merger memiliki beberapa tujuan, antara lain efisiensi operasional bisnis dan memperlebar pangsa pasar.

Dalam kasus merger Pelindo I, II, III, dan IV, merger pembentukan BSI, ataupun merger PGN – Pertagas tampak terlihat bahwa efisiensi coba dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Ini mengingat perusahaan yang terlibat bergerak di bidang yang sama dan seluruhnya merupakan bagian dari BUMN.

“Struktur manajemen juga lebih ramping, karena jumlah direksi dan komisaris bisa dipangkas ketika merger terjadi. Ini bisa menghemat pengeluaran gaji sehingga secara keseluruhan jumlah beban menurun,” ungkap Huda, Minggu (5/9).

Editor: Handoyo .