Alasan sejumlah bank swasta jumbo tak berminat pada dana PEN



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memperluas jangkauan penempatan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) ke bank swasta terkendala.

Selain beban bunga penempatan yang cukup tinggi, bank-bank swasta jumbo juga tak laik dapat penempatan dana lantaran tak memenuhi syarat kepemilikan mayoritas lokal.

Penelusuran KONTAN, dari 15 bank dengan aset terbesar, hanya ada dua bank swasta yang laik menerima penempatan dana yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Panin Tbk (PNBN).


Sementara lainnya ada bank pelat merah, dan satu entitas anaknya yaitu PT Bank Mandiri Syariah, dan satu bank daerah yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR). Sisanya praktis semua bank telah dikuasai asing.

Baca Juga: Bankir pastikan tren penurunan bunga kredit berlanjut

“Kami tidak mengajukan dana PEN, karena kalau merujuk aturannya kami tidak eligible,” kata DIrektur Wholesale Banking PT Bank Permata Tbk (BNLI) Darwin Dibowo kepada KONTAN pekan lalu.

Awal kuartal II-2020 lalu, Bangkok Bank resmi mengambil alih 89,12% saham perseroan dari PT Astra International Tbk (ASII), dan Standard Chartered Bank (SCB). Ini yang

Sementara bank swasta terbesar di tanah air yaitu BCA juga menyatakan belum tertarik mengajukan permohonan dana PEN. Tingkat bunga penempatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan rerata biaya dana alias soct of fund persreoan jadi alasannya.

“Dana PEN kami belum perlu, karena likuiditas kami bagus. CoF kami juga sangat kecil di level 1,4-1,5%,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja kepada KONTAN.

Sebagai gambaran, dana PEN yang ditempatkan di bank pelat merah dapat bunga 3,42%. Sementara di bank daerah, di atas 3%. Jika BCA ambil dana PEN, maka ada potensi biaya dana BCA malah akan terkerek tinggi.

Baca Juga: Ingin mendorong kredit saat pandemi, berikut cara yang efektif menurut ekonom

Lagipula BCA memang cukup selektif untuk menyalurkan kredit selama pandemi ini, apalagi ke segmen UMKM. Sementara bank penerima dana PEN justru diwajibkan menyalurkan kredit, terutama ke segmen UMKM.

Di sisi lain, loan to deposit ratio  (LDR) perseroan juga terhitung sangat longgar pada level 73,3%. Ini ditopang oleh pertumbuhan dana murah alias current account and saving account (CASA) yang tumbuh 12,8% (yoy), sementara akhir semester I-2020 rasio CASA perseroan juga mendominasi dana pihak ketiga sebesar 75,6%.

Hal senada juga disampaikan oleh Presiden Direktur Bank Panin Hewidayatmo yang bilang perseroan memang belum memerlukan dana PEN. Meskipun ia tak memberi penjelasan lebih lanjut.

Jika merujuk laporan keuangannya, likuiditas perseroan yang makin longgar bisa jadi salah satu alasannya. LDR perseroan yang biasanya berada di atas 100%, pada Juni 2020 bahkan menyusut hingga di level 90,82%. Pun pertumbuhan DPK perseroan telah tumbuh 7,53% (ytd) dari Rp 131,41 triliun akhir tahun lalu menjadi Rp 141,31 triliun.

Editor: Noverius Laoli