Analis Best Profit rekomendasikan sell GBP/USD, ini alasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lesu tak cukup menjadi tenaga bagi penguatan pasangan kurs GBP/USD. Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (4/10), pasangan GBP/USD tercatat koreksi tipis 0,01% ke level 1.2331.

Analis PT Best Profit Agus Prasetyo mengungkapkan, pergerakan poundsterling tetap lemah di hadapan dollar AS pasca rilis angka pengangguran yang mengimbangi data Non Farm Payrolls (NFP) yang gagal memenuhi ekspektasi pasar.

Menurutnya, poundsterling tetap dalam tekanan bearish dengan diperdagangkan di 1.2335 atau di bawah level tertinggi sebelumnya yakni 1.2413 pasca rilis data tingkat pengangguran AS.


Baca Juga: Proposal Baru Brexit Menyokong Poundsterling

Sebagai informasi AS berhasil menekan jumlah penganggurannya menjadi 3,5%, terendah sepanjang 50 tahun terakhir, level tersebut lebih baik dari perkiraan di level 3,7% mengimbangi data Non Farm payrolls/NFP dan Upah Rata-Rata (Average Hourly Earnings) yang gagal untuk memenuhi ekspektasi pasar.

Sementara itu, data NFP AS rilis di 136 ribu versus 145 ribu di September, sementara upah juga mengecewakan di 2,9% atau di bawah perkiraan pasar 3,2%.

Pasca laporan ketenagakerjaan diumumkan, Prasetyo mengungkapkan bahwa dollar AS terpantau stagnan dengan ditutup turun moderat 0,01% di level 98,85, namun tetap kuat di hadapan poundsterling.

Selain itu, dollar AS juga sedikit mendapat dorongan setelah pidato Gubernur The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell dalam acara Fed Listen di Washington DC yang mengatakan bahwa ekonomi AS berada dalam posisi yang bagus walaupun menghadapi sejumlah risiko.

Pidato Powell tersebut, disampaikan beberapa jam setelah rilis data ketenagakerjaan AS yang beragam (mixed).

Baca Juga: Analis: Pasangan EUR/GBP berpotensi menguat terbatas secara teknikal

Pertumbuhan NFP AS melambat di September, tetapi tingkat pengangguran menyusut ke level terendah sejak 1969, data tersebut sedikit memudarkan kekhawatiran pasar yang terjadi sebelumnya, yaitu ketika Purchasing Managers Index (PMI) AS dilaporkan merosot akibat perang dagang sehingga membuka kemungkinan terjadinya resesi.

Editor: Yudho Winarto